... DAKWAH > untuk Kemajuan diri dan Ummat I Qur'an > jantungnya Surat Yaasin I Masjid > jantungnya masyarakat Islam I Shalat berjamaah > jantungnya masjid I Silaturahmi > jantungnya umat Islam I Dakwah > jantungnya agama I Pengorbanan > jantungnya dakwah I Musyawarah > jantungnya pengorbanan I Sami'na wa atha'na > jantungnya musyawarah I Dakwah > maksud hidup I Hidup > dakwah I Dakwah > sampai mati I Mati > dalam dakwah I La ilaaha illallah muhammadur rasulallah ....

Monday 11 May 2015

Sunnah dan Kejayaan

Dalam Sunnah ada kejayaan. Karena kalau kita sebagai umat Islam mau belajar, mau meneliti lebih jauh, akan ada banyak manfaat dari sunnah terkait dengan kebersihan dan kesehatan. Salah seorang dokter di Eropa sana, yang tidak perlu kita sebut namanya, mengatakan kalaulah minimal 3 sunnah saja dijaga, dipraktekkan setiap hari, katanya akan sangat menjaga kesehatan. Sunnah makan, tidur dan buang air kecil dan besar. Kita akan urai satu demi satu secara singkat yang dimaksudkan oleh dokter ini. 

Sunnah buang air kecil misalnya kencing dengan posisi jongkok, tidak kencing sambil berdiri. Kalau kencing sambil berdiri, pasti kurang bersih. Masih ada sisa air seni yang keluar, walau sudah dipastikan tidak ada yang menetes karena masih ada banyak sisa dari saluran kemih. Saat sujud, jika kencing berdiri, akan merasakan ada sesuatu yang menetes, sisa kencing yang kurang bersih. Dengan sambil berjongkok, sambil nongkrong, dapat dipastikan semua sisa air seni akan keluar. Apalagi jika ikut aturan fikih, yakni sambil dehem 3 kali, dan mengurut batang kemaluan. Insya allah semuanya akan tuntas (Muinul mubiin). Tidak ragu lagi celana atau sarung untuk dipakai sholat. Selain itu, dengan kencing yang tiris, yang tuntas bersih, akan menjauhkan dari azab kubur. Bukankan Rasulullah Saw telah nyatakan kalau kebanyakan Azab kubur dari soal sholat yang dilalaikan dan soal kencing yang kurang bersih?

Umar ra, dalam sebuah Atsar menyatakan kalau ia pernah dilarang oleh Rasulullah Saw ketika kencing sambil berdiri. Ya Umar.. La tabuulu Qoiman. Sejak saat itu, Umar bin Khattab ra, tidak pernah lagi kencing sambil berdiri. 
  
Sunnah yang kedua soal makan. Rasulallah Saw mengajarkan agar kita makan dengan tangan secara langsung. Dengan jemari yang langsung menyentuh makanan, akan mudah diketahui apakah makan itu masih panas atau sudah dingin. Lagi pula, jemari kita dapat mengeluarkan enzim tertentu yang mudah membusukkan makanan. Dapat kita uji sendiri makanan yang disentuh jari dan sendok, pasti akan lebih cepat busuk, jika disentuh oleh jari tangan kita. Ini tentunya sangat baik untuk pencernaan kita. Sehingga lambung tidak terlalu “lelah” bekerja. Sunnahnya juga kita mulai dengan tiga jari. 

Dahulu, KH. Agus Salim, salah satu tokoh nasional kita pernah dalam suatu pertemuan internasional ia makan pakai tangan. Beberapa duta negara sahabat mengejek prilaku sang Kiayi. Jawab kiayi, kalau tangannya lebih bersih dan steril dari sendok dan garpu kalian. Tangan saya, kata kiayi dicuci terlebih dahulu 5 menit yang lalu. Sedangkan sendok dan garpu kalian, barangkali dicucinya kemarin. Jadi tangan saya lebih steril. Lagipula, kata kiayi, tangan saya milik pribadi, dipakai hanya saya sendiri. Tidak dipinjamkan ke orang lain. Sedangkan alat makan saudara-saudara dipakai secara massal.   

Jangan malu mempraktekkan sunnah. Jika makanan yang kita konsumsi tidak berkuah banyak, masih bisa pakai tangan, gunakan tangan secara langsung. Tentunya jangan kebablasan demi mencintai sunnah. Bubur ayam, atau makan Mie rebus, pasti akan sulit kalau pakai tangan secara langsung. Tempatkan sesuai dengan keadaannya. Namun usahakan sebisa mungkin. Kalau bisa gunakan dengan tangan kita, dengan jari kira, lakukan-upayakan. 

Yang terakhir, soal sunnah tidur. Tidur sebaiknya di awal malam, agar mudah bangun tahajud. Selain itu, posisi tidur sebaiknya untuk laki-laki, miring sebelah kanan (Hr. Bukhari dari Barra bin Azib). Memang, tidak dilarang, jika kita tidur terlentang dengan menaikkan salah satu kaki. Rasulullah Saw pernah melakukan saat tidur-tiduran di masjid. Artinya posisi tidur terlentang hanya tidur sebentar saja. Posisi tidur malam rasul, dalam kitab Riyadussalihin dengan berbaring ke sebelah kanan (Dari Aisyah r.ha- Hr-Muttafaqun alaih). Dengan berbaring pada posisi ini, posisi jantung kita akan ada di atas. Posisi jangtung kita ada di sebelah kiri, dengan berbaring ke kanan, maka jantung akan ada di atas. Sehingga sirkulasi darah saat itu, dapat lebih merata ke otak. Tentu saja, otak menjadi lebih rileks saat kita terlelap. Selain itu, dengan berbaring ke sebelah kanan, posisi lambung kita terhimpit. Jadi kerja lambung juga akan semakin santai karena tidak banyak udara yang masuk. Lalu bagaimana dengan posisi tengkurap? Rasulullah Saw melarang salah seorang sahabat yang ia lihat sedang tidur dengan posisi tengkurap di masjid. 

Jangan makan sebelum tidur, juga merupakan sunnah. Sebab Rasulullah Saw selalu membaca surat al-Muluk dan As-Sajadah sebelum tidur malam. Artinya dengan rentang dua surat itu, Nabi Saw tidak pernah setelah perutnya terisi penuh lalu langsung tidur. Saya pernah mendengar dari seorang dokter ketika menjenguk saudara yang sakit usus buntu. Katanya penyebab usus buntu bukan biji cabai atau bijian. Dia bilang, kebanyakan penyebabnya habis makan kenyang langsung tidur.    

Jadi, dalam sunnah ada kejayaan. Ada banyak kebaikan jika kita amalkan sunnah. Kelak suatu saat kita akan mengerti sendiri mengapa Rasulullah Saw menekankan pentingnya sunnah. Jangan sampai Non-Muslim yang malah mempraktekkan sunnah-sunnah ini. Insya Allah kita niat amalkan dan sampaikan pada yang lain.
          
Subhanallah wa bihamdihi, Subhanakallahumma wa bihamdika Asyhadu Allaailaaha illa anta, astaghfiruka wa atuubu ilaik   


Monday 4 May 2015

Kerja Untuk Allah Swt

Rombongan jamaah telah pindah keluar dari halaqah. Dan kini, tiba untuk tunaikan nisab 3 hari. Aku terpisah dari Al-Hikmah Group. Sendirian, mencari siapa pun yang nisab minggu awal ini. Ahaa… ternyata dengan group Pak Amir Darwis.

Singkat cerita, kami ada 7 orang di masjid sebut saja al-Ilmi. Ternyata hanya beberapa kilometer saja dari rumahku. Dengan motorku, cukup 15 menitan saja. Al-Ilmi sebuah masjid milik ustad ternama di kecamatan kami. Nama ustad ini sudah tidak asing. Syukur, dia sudah simpatik dengan usaha dakwah ini. Masjidnya juga unik. Mirip rumah Joglo di Jogja. Tanpa pintu tanpa jendela.


Di al-Ilmi memang terkenal banyak orang Betawi yang sudah “ngaji.” Jadi medannya banyak orang yang pinter baca Qur’an, pinter baca kitab. Aku melihat rata-rata tatapan mereka sinis terhadap dakwah kami. Ketika ta’lim Dzuhur dan ta’lim Ashar, beberapa jamaah ada yang menegur kami. Seakan kami ingin “merebut” masjid saja. Kesannya memang begitu. Bahkan pak RW juga hadir di situ penuh sindiran kepada kami.


Memang, di al-Ilmi sudah banyak kegiatan masjid. Alhamdulillah jika kami tidak perlu repot-repot untuk bayan Magrib dan bayan Subuh. Tanggapan rombongan bermacam-macam. Ada yang kurang terima, dengan perlakukan jamaah yang dingin. Bahkan ada seorang imam Rawatib yang selalu mengamati gerak-gerak kami. Satu demi satu setiap tas jamaah dilihatin terus. Dengan perlakuan itu, seakan ada boikot dari masing-masing petinggi. Dakwah tidak didengar. Bagiku seakan mereka menilai kami gerombolan orang bodoh yang mengambil jalan yang sia-sia.


Sebenarnya, aku ingin sekali bayan. Beberapa kitab kuning yang mereka baca, ingin kuhempaskan dalam bayan. Agar mereka paham, kalau kitab yang mereka agung-agungkan, ras Betawi yang mereka banggakan, dan tradisi maulid Nabi yang mereka baca hanya sampai tenggorokan saja. Aku memang bukan jagonya, tapi soal maulid Nabi, aku hafal dan tau artinya. Beda banget dengan mereka-mereka yang hanya sebatas “lidah tanpa makna.” Setelah musyawarah pagi, aku sekali mendapatkan jatah itu. Namun, secara etika pasti nggak boleh minta tugas, kecuali petugas hidmad. Aku hanya kebagian Taqrir menjelang Magrib. Dan kami sepakat mengikuti agenda semua kegiatan masjid. Suasana dan keadaan memang sudah Allah Swt tentukan. Memang, sudah hampir empat tahun, tak pernah ada jamaah tabligh yang masuk ke al-Ilmi. Alhamdulillah setidaknya tahun ini, kami bisa tembus, hadir di situ.


Dalam dakwah memang harus bersatu padu. Apa pun bentuk dakwah, perlu di dukung. Walau kegiatan dakwah tempatan masjid itu hanya sebatas, menghidupkan masjid. Ustad yang ternama itu, juga hampir tidak terlihat dalam sholat berjamaah.


Kami tidak punya target taskilan. Juga tidak ada pikir untuk membuat maqomi di tempat itu. Kami memang lemah ilmu. Amal-amal kami juga lemah. Namun setidaknya, kami punya keyakinan. Hanya modal yakin, kalau Allah Swt maha pengampun. Dengan jerih payah kami, setidaknya ada suasana yang menghangatkan kampung dengan para orang-orang khowas di situ.


Jelang malam terakhir. Hatiku masih terusik dengan perlakuan orang-orang tempatan. Kami memang biasa diusir dan terusir oleh saudara sendiri sesama muslim. Namun, apa guna kami tidur di masjid itu berhari-hari. Nyamuk Jakarta yang memang sudah terkenal, juga mengganggu khusuknya Tahajud kami. Tidur di rumah sendiri lebih nyaman pastinya, dan lebih bebas. Barangkali, baru sebatas inilah yang kami korbankan untuk tegakkan agama-Mu ya Allah... Mengingatkan sesama saudara muslim yang lupa pentingnya ibadah kepada Allah.


Kami kerja untuk Allah Swt. Tidak peduli bagaimana lagi hasil pengorbanan, yang terlalu kecil jika dibandingkan para sahabat Nabi. Tidak sudi menerima bayaran di dunia yang tidak seberapa. Ya Allah… terimalah nisab kami bulan ini. Selalu ada rintangan yang akan menguatkan dakwah kami. Jika Allah Swt  kehendaki seluruh kampung di al-Ilmi jadi taat, itu akan mudah saja. Namun, biarkan kami yang mengubahnya. Berikanlah kesempatan, ya Rabb. Kami mohon ampun atas segala kesalahan, kelemahan yang telah kami perbuat..