... DAKWAH > untuk Kemajuan diri dan Ummat I Qur'an > jantungnya Surat Yaasin I Masjid > jantungnya masyarakat Islam I Shalat berjamaah > jantungnya masjid I Silaturahmi > jantungnya umat Islam I Dakwah > jantungnya agama I Pengorbanan > jantungnya dakwah I Musyawarah > jantungnya pengorbanan I Sami'na wa atha'na > jantungnya musyawarah I Dakwah > maksud hidup I Hidup > dakwah I Dakwah > sampai mati I Mati > dalam dakwah I La ilaaha illallah muhammadur rasulallah ....

Friday 25 December 2015

Orang khawas ; Cobaan yang lebih berat

Orang yang Allah berikan harta berlimpah, punya kedudukan, punya pengaruh. Apa bila seorang muslim, maka selalu anda tantangan tersendiri. Apa lagi jika mereka ahbab. Kadang, dalam musyawarah, suaranya selalu didengar. Ini, kata orang tua kita agak berbahaya. 

Dalam sebuah bayan musyawah Indonesia, kiayi lufti pernah tuturkan, kalau banyak pondok tabligh yang baru buka sebentar, lalu tutup. Katanya akibat kurang hati-hati, pada orang khawas. Dalam kisahnya, beliau tuturkan, ada orang kaya dan orang alim. Sama-sama keluar 40 hari. Orang kaya ingin menambah pahala, begitu juga orang alim. Keduanya sepakat buka pondok pesantren. Untuk mewujudkan niat-niat baik mereka. Semua biaya, dibantu orang khawas. Orang alim, hanya tinggal mengajar saja. 


Lambat-laun, masalah mulai muncul. Orang khawas, mulai bikin aturan macem-macem. Orang alim, tidak mau diatur. Karena sama-sama merasa mulia. Yang satu kaya ilmu, lainnya kaya harta. Padahal, keduanya mulai lupa, kalau semua Allah yang beri. Allah yang kasih. Tapi keduanya mulai tidak cocok dalam musyawarah. Mulai ego dan kepentingan berjalan. Akhirnya bubar.


Orang-orang khawas, dikatakan memiliki hijab. Hijabnya bisa jadi ilmu, amal, pangkat, atau harta. Hijab-hijab ini yang membuat kebanyakan orang khawas, menjadi enggan tertib. Merasa banyak korban untuk agama, enggan diatur oleh amir. Amir disepelekan. Pecah hati. Allah menjadi murka. Hidayah tidak jadi turun. 


Contoh lain, orang yang sudah lama kenal dakwah, juga dikatakan orang khawas. Syaitan menyelinap dalam hati, sehingga selalu mengatakan "anda lebih hebat, lebih lama, lebih berpengalaman" dalam dakwah. Padahal, yang merasa selalu lebih hebat, adalah sifat Iblis. Dosanya, karena merasa lebih mulia dari Nabi Adam as. Padahal, sama-sama makhluk. Sama-sama ciptaan dari Allah.. astagfirullah… 

  
Orang khawas. Apa pun bentuk yang membuatnya menjadi khawas, karena kelebihan. Misalnya orang kelebihan uang. Ke Singapore untuk belanja tas. Padahal, kalau cari di pasar-pasar juga banyak. Karena gengsi. Merasa punya kelebihan uang. Jadi soal tas saja, harus buang-buang uang ke Singapore segala. Bahkan ke Jepang atau Hongkong. Inilah cobaan bagi orang yang khawas, karena kelebihan-kelebihan itu. 

Nah, kalau orang khawas dengan sesama orang khawas kadang adu gengsi. Lewat sikap atau kata-kata, satu sama lain salin merendahkan. Lebih keliru lagi, kalau orang lemah malah menghina orang khawas. Orang khawas dapet cobaan sikap takabur. Lalu, orang lemah ingin bersaing. Lalu apa yang ingin dilombakan dengan orang khawas? 


Dari itu, menghadapi orang-orang khawas, harus lebih banyak bertawajjuh pada Allah. Orang tua kita katakan, kalau menghadapi mereka, harus lebih banyak berdzikir. Dalam bayan, jord Qudama Indonesia di Cikampek 2015, kemarin, masyayikh katakan, kadang niat kita jaulah juga terkesan. Jaulah, masuk ke rumah orang khawas. Lihat barang-barang, lihat perabotan rumahnya. Kalau begini, malamnya harus banyak-banyak istighfar. Sebab, pasti dan pasti, mereka membawa kesan dalam hati. Jadi, obat satu-satunya adalah istighfar banyak-banyak di malam hari. Keluarkan kesan makhluk yang mampir sebentar di hati. 


Begitu juga orang khawas. Lebur diri dengan banyak khidmad. Jika tidak mau belajar khidmad, hati menjadi keras. Kekerasan ini yang menyebabkan Allah mulai melemparkan orang khawas dari jalur dakwah, perlahan-lahan. Bahkan bisa menjadi perusak dakwah.


Dalam surat Al-Kahfi ayat 28 adalah nasehat untuk Nabi kita. Agar jangan terkesan dengan orang khawas. Orang lemah, justru menjadi bagian dari kekuatan dakwah. Orang bodoh, miskin, bahkan cacat, barangkali hatinya malah lebih tawajjuh. Karena kelemahannya itu. Namun, mereka justru gampang terkesan pada kelebihan orang khawas. 


Surat Abasa juga teguran pada Nabi kita. Manakala Nabi bersama dengan pembesar Quraisy, sedang tawarkan agama pada mereka, lalu ada orang buta. Orang lemah ini, kemudian dinomorduakan Nabi. Allah tegur. Ini pelajaran untuk kita. 


Bulan lalu, ada takaza jamaah gerak di Jakarta. Ada dua calon ulama yang bergerak di wilayah kami. Yang satu orang Temboro. Satunya lagi pondok lain. Keduanya gerak satu tahun. Santri Temboro merasa lebih alim. Makanya dalam mudzakarah, dia bukan hanya menyindir, tapi menghina kitab-kitab fikih. Padahal dia sendiri, tidak bisa buat. Akhirnya ada santri juga, yang pandai baca kitab. Berdebat. Pecah hati dalam jamaah. Kebanyakan pondok –pondok dari Tabligh kurang paham adab. Seakan pondok lain, yang mengajar kitab sesat semua. Padahal, orang tua kita, dalam fadhilah tabligh katakan, pentingnya memuliakan ulama. Ulama yang dimaksud, adalah ulama yang dihormati penduduk tempatan. Jika ulama tempatan dihina, jamaahnya juga akan melawan. Sehingga usaha dakwah ila dakwah, berubah menjadi dakwah ila ilmu. Nisab da'i berubah menjadi ustad, karena merasa sama-sama hebat dalam fikih. Syaitan yang menang. 


Bulan ini juga sama. Bertemu dengan orang khawas lagi. Bahan bukan hanya alim, karena jebolan Madinah. Allah juga berikan orang ini harta yang berlimpah. Hampir semua jamaah terkesan dengan bicara orang alim ini. Dari itu, Si orang alim, mulai menghina seluruh harokah, majlis-majlis dzkir, majlis shalawat. Menghina syuro-syuro. Lebih gilanya, dalam bayan, ia menghina para masyayikh. Katanya do'a masyayikh enggak manjur. Alasannnya, hidayah belum turun di daerah mereka. Astafirulllah… 


Orang jebolan Madinah ini, selain punya hijab sebagai orang yang Allah kasih banyak harta, juga orang lama kenal dakwah. Sudah sering negeri jauh, karena Allah memang pilih dia dengan keadaan demikian. Sayangnya, mungkin karena tidak mau merapikan sandal jamaah, enggan sikat WC, dan segala aktifitas khidmad, maka jadinya seperti itu. Keras membatu hatinya. 


Jangankan sekelas dia. Orang awam biasa saja, jika bayan, perlu ikuti adab dan sunnah. Adabnya, jangan minta jadi petugas bayan. Karena bisa jadi bukan bayan, tapi curhat, caci maki muslim atau kelompok lain, dan segala keburukan hawa nafsu yang keluar. Petugas bayan, juga jangan Nonton TV, baca koran, buka internet. Agar, jangan sampai ketika bayan, media-media itu terkesan, hingga dalam bayan menjadi ulasan. Penting juga, seperti yang anjuran orang tua kita, agar sebelum bayan, shalat hajat dulu dua rakaat. Baca do'a ilham, mohon pada Allah, agar diberikan pemahaman dan dijaga lisan dari perbuatan keji ketika bayan. Malamnya juga harus tahajud. Dakwah urusan hati. Kalau bayan emosi, pendengarnya malah benci dakwah. Harus dengan hikmah dan nasihat yang santun. Dan yang paling terpenting, setelah bayan. Setelah bayan, harus banyak-banyak istigfar. Juga banyak khidmad, sebagai penawarnya. Kita bayan untuk orang lain. Tapi yang paling penting, telinga kita sendiri lebih dekat dengan bibir yang ucapkan bayan. Jadi, kalau bayan, hakikatnya untuk merubah diri menjadi lebih baik, seperti kata-kata dalam bayan kita. Bukan fokus, memperbaiki orang lain. Makanya lebur dengan khidmad, agar bayan kita sendiri, bisa kita laksanakan.

   
Dalam dakwah selalu ada rintangan. Ingat, saat 40 hari keluar. 10 hari pertama, mulai pecah hati. Kalau tidak beda visi, kurang tawajjuh, akan digoda pecah hati. Apa lagi kalau sama-sama baru kenalan. Mudah-mudahan Allah pilih kita, agar bisa tetap istiqomah dalam dakwah, hingga akhir hayat. Amiieennn… Amieenn.. Ya Rabbal 'Alamiinnn…

Subhanallah wa bihamdihi, Subhanakallahumma wa bihamdika Asyhadu Allaailaaha illa anta, astaghfiruka wa atuubu ilaik      

          



No comments:

Post a Comment

Komentar dari kamu, menjadi sedekah yang dicatat Allah. Silahkan beri komentar untuk kemajuan blog ini.