Ada orang-orang
yang menghina Allah, dengan mengatakan Allah punya anak. Padahal, Allah adalah
ٱللهُ ٱلَّذِي لآ إِلَٰهَ إِلَّا هُوَ، ٱلۡمَلِكُ ٱلۡقُدُّوسُ ٱلسَّلاَمُ
ٱلۡمُؤۡمِنُ ٱلۡمُهَيۡمِنُ ٱلۡعَزِيزُ ٱلۡجَبَّارُ ٱلۡمُتَكَبِّرُۚ سُبۡحَانَ ٱللهِ
عَمَّا يُشۡرِكُونَ ٢٣
"Dia-lah Allah Yang tiada Tuhan (yang berhak disembah) selain Dia. Raja, Yang Maha Suci, Yang Maha Sejahtera, Yang Mengaruniakan keamanan, Yang Maha Memelihara, Yang Maha Perkasa, Yang Maha Kuasa, Yang Memiliki segala keagungan. Maha Suci (lah) Allah dari apa yang mereka persekutukan."
Jadi Allah Maha
suci dari apa yang mereka tuduhkan. Orang-orang yang menghina Allah, dengan
mengatakan Allah punya anak. Dengan mengatakan para Malaikat adalah anak-anak
perempuan Allah, bahkan hingga saat ini masih ada. Tapi, Allah tidak langsung
binasakan mereka. Allah berikan mereka kesempatan. Karena sifat rahman-Nya
Allah terhadap umat Nabi Saw. Berbeda dengan kaum terdahulu, jika berbuat
maksiat, maka ditimpakan Azab. Tapi, karena umat Nabi Saw, Allah tetap menunggu
orang-orang yang maksiat, agar bertaubat. Orang yang belum beriman, agar mau
mengakui keberadaan Allah. Keagungan Allah. Tentunya untuk mereka-mereka ada
batasan waktu, yakni sampai ajal tiba.
Begitu juga,
kepada kita. Allah cinta kepada kita, ia dudukkan kita di majelis yang mulia
ini. Jika kepada mereka para penghina Allah saja, Allah Maha Pengasih. Masih
Allah berikan rezeki. Maka kepada kita, bukan hanya dikasih, melainkan juga
disayang Allah. Tanda sayangnya Allah, maka Allah pilih, siapa-siapa yang mau
mengikuti hidayah, Allah berikan, lalu Allah kehendaki kebaikan dengan hadirkan
di suasana ini. Hadis riwayat Bukhari dari Muawiyah radhiallahu
‘anhu, yang mafhumnya, jika Allah kehendaki kebaikan pada diri seorang
hamba, maka Allah akan pahamkan dari sisi agama. Jadi, kita yang ada di sini,
karena pilihan. Dipilih Allah, karena ada potensi untuk menjadi orang yang
selalu memperbaiki diri. Karena Allah akan berikan kebaikan, berupa kepahaman
terhadap agama.
***
Dalam catatan
sejarah dakwah, kalangan perempuan malah lebih mudah mendapatkan hidayah. Ini
terbukti pada zaman Nabi Saw, banyak pertentangan dari laki-laki, yang juga
dari anggota keluarganya. Abu jahal, Abu Lahab dan beberapa orang laki-laki,
malah banyak memusuhi Nabi. Sebaliknya, dari kalangan perempuan, dari bibi-bibi
Nabi, malah banyak yang langsung mengikuti hidayah.
Ketika Zaid bin
Haritsah radhiallahu
‘anhu masuk
Islam, ia langsung ajak kedua orang tuanya. Ibunya langsung mau. Alasannya,
waktu itu budaya jahiliyah suka mengubur anak perempuan. Ibunda juga hendak
dikubur. Tapi Allah tolong. Kalaulah waktu itu sudah terkubur dalam tanah, maka
tidak melahirkan anak hebat sekelas Zaid bin Haritsah radhiallahu
‘anhu. Jadi ibunda Zaid bin Haritsah radhiallahu
‘anhu merasa,
pancaran cahaya Islam, adalah pembebasan bagi perempuan yang tradisi menganggap
perempuan adalah barang dagangan. Biasa dijual. Biasa dipamerkan auratnya,
hanya karena ingin dirayu laki-laki di jalan. Biasa dikubur hidup-hidup karena
dianggap pembawa petaka bagi kehormatan kabilah. Dan kebiasaan buruk lainnya.
Ibunda Zaid radhiallahu
‘anhu pilih
memeluk Islam, sedangkan ayah Zaid radhiallahu
‘anhu, masih banyak pikir-pikir dahulu.
Ibunda Zaid bin
Haritsah radhiallahu
‘anhu bukan
orang pertama, dari kalangan perempuan. Yang pertama, adalah Sayyidah Khadijah radhiallahu
‘anha. Saking hebatnya, Sayyidah Khadijah radhiallahu
‘anha langsung
dukung semua upaya Nabi. Dakwah Nabi semakin pesat, karena semua harta, jiwa
raga, diserahkan istrinya secara ikhlas, untuk perjuangan dakwah Nabi kita.
Inilah hebatnya jika perempuan dalam dakwah, dukungannya benar-benar nyata bagi rijal. Ahbab rijal yang istrinya sudah kenal dakwah, jika malas-malasan keluar, kaum masturah malah mengusirnya dari rumah, agar rijalnya mau berangkat. Begitu juga, perkataan Sayyidah Khadijah radhiallahu ‘anha yang terkenal itu. "Wahai suamiku, jika aku meninggal terlebih dahulu, galilah tulang-belulangku dan jadikan perahu. Supaya bisa Engkau berdakwah seberangi lautan, dari perahu yang terbuat dari tulangku ini." Ulama lain, katakan, "jika tulangku bisa kamu jual, maka jual saja untuk biaya dakwah".. Subhanallah…
Allah Swt,
muliakan wanita dengan Surat An-Nisa. Allah Swt juga muliakan kesabaran seorang
wanita, dan mensucikannya, dengan menyebut nama Maryam binti Imran. Kalau nama
kita, disebut-sebut orang terkenal, maka begitu bangganya. Begitu juga dengan
Maryam binti Imran. Allah sendiri yang sebutkan namanya. Agar menjadi contoh
bagi seluruh perempuan yang ada di jagat semesta ini.
Allah memang
pilih, keluarga Imran sebagai generasi unggul. Seperti dalam Qur'an Surat Ali
Imran ayat 22. Allah menyebut beberapa orang, sebagai generasi unggul. Generasi
terbaik, dari yang lain. Keturunan ; Adam alaihissalam,
Nuh alaihissalam,
Ibrahim alaihissalam,
dan termasuk keluarga Imran. Istrinya Imran, orang yang sangat shalihah. Ia
menginginkan adanya anak keturunan, agar bisa khidmad untuk perjuangan agama.
Allah terima niat baiknya. Hingga ia melahirkan anak perempuan, yang Allah
berikan nama "Maryam." Jadi, Allah sendiri yang berikan nama. Dan
Allah tentukan pengasuhnya, yakni Zakaria 'alaihissalam.
Begitu hebatnya,
keyakinan yang dibangun oleh perempuan yang dinamakan Maryam itu. Ketika
ditanyakan oleh Zakaria 'alaihissalam,
sebagai pengasuh, dari mana rezeki ini? Maryam kecil menjawab,"ini dari
Allah. Sesungguhnya Allah memberi rezeki kepada siapa pun, tanpa hisab." Maksudnya,
tanpa pandang bulu, siapa pun diberikan, sesuai dengan kemauan Allah.
***
Maksud dalam
rangka keluar 3 hari masturah, adalah memperbaiki keyakinan tauhid kita.
Menjadikan Allah selalu hadir dalam hati-hati kita. Yang tentunya perlunya ada
perbaikan niat. Niatnya diluruskan terlebih dahulu. Hadir, dengarkan bayan di
tempat ini, bukan karena makhluk. Juga bukan karena makanan, minuman, atau niat
lain yang bersifat kebendaan. Niatnya hanya untuk islah. Untuk perbaikan diri
kita sendiri. Niat ikut keluar, hanya karena Allah.
Seperti istri Imran, yang punya niat baik. Allah terima langsung dengan,"fataqqabbalaha robbuha, biqobulin hasanin." Allah terima niat baik perempuan ini. Allah kabulkan dengan penerimaan yang baik. Yakni menjadikan anak sebagai Maryam. Allah juga berikan keberkahan, dengan punya cucu sebagai nabi. Yakni Nabi Isa 'alaihissalam.
Niat baik ini
tidak perlu dikabarkan kepada orang lain. Cukup diri kita dan Allah saja yang
tahu. Karena niat baik, akan menumbuhkan kebaikan yang lain. Walau pun dengan
prilaku yang sederhana. Prilaku yang remeh-temeh. Kalau Allah cinta, Allah
sukai, maka terserah Allah saja yang membalas , sehebat apa pun balasannya.
Dahulu ada kisah
seorang perempuan yang sederhana. Ia bukan kalangan bangsawan, bukan kalangan
yang dihormati kabilah-kabilah Arab. Gadis ini, gadis lugu. Tapi karena
keimanan dan keyakinan pada Allah, sudah benar, sudah meresap dalam hati, maka
sikapnya juga menjadi baik.
Seorang gadis miskin, di tengah malam mendebat ibunya, “Jangan. Wahai ibunda… Khalifah Umar mungkin tidak tahu, tapi Allah Swt selalu melihat kecurangan kita.” Siapa sangka Umar bin Khattab radhiallahu‘anhu ternyata ada di depan rumah itu, mendengarkan percakapan mereka berdua. Kejujuran gadis itu membuat khalifah terharu. Sambil kembali pulang ke rumah, tidak henti-hentinya air mata Umar membasahi jalan-jalan malamnya.
Esok harinya, ia
meminta Ashim radhiallahu
‘anhu, putra Umar radhiallahu ‘anhu untuk
melamar gadis itu. Ashim radhiallahu
‘anhu putra
khalifah yakin dengan apa yang didengar dari suara hati ayahnya. Ia percaya
dengan gadis jujur penjual susu yang enggan mencampur susu dengan air gula,
akan selalu membawa kebaikan dari pilihan ayah tercintanya.
Dari hasil
pernikahan mereka berdua, Allah Swt memberi seorang anak perempuan yang mereka
namakan Laila. Cucu perempuan khalifah ini, orang banyak memanggilnya dengan
sebutan Ummu Ashim. Laila tumbuh sebagai gadis yang mewarisi kebaikan ibunya.
Ia dilamar oleh Abdul Aziz bin Marwan. Mereka pindah ke Mesir, karena bertugas
di sana. Abdul Aziz bin Marwan menjadi gubernur Mesir semasa pemerintahan Bani
Umayyah.
Darah biru belum
terhenti di sana. Allah Swt memberikan seorang putra dari keberkahan mereka
berdua yang dinamakan Umar. Dia lah Umar bin Abdul Aziz rahmatullah
'alaihi. Seorang Anak gubernur yang mewarisi jiwa kepemimpinan leluhurnya.
Di usia 30-an, Umar bin Abdul Aziz rahmatullah
'alaihi menjadi
gubernur berbagai wilayah. Kufah, Mekkah, Madinah, Hijaz sekaligus Thaif dan
sekitarnya.
Jadi, hanya karena
gadis jujur tadi. Allah suka sikapnya, Allah balas kebaikan, hingga dilamar
putra khalifat Umar radhiallahu 'anhu.
Juga punya keturunan menjadi khalifah Umar bin Aziz rahmatullah
'alahi. Perempuan yang sederhana, mirip dengan istri dari Imran tadi. Walau
nama jelasnya tidak disebut, tapi amal baiknya abadi dalam Qur'an. Dibaca
seluruh umat manusia, hingga hari kiamat.
Sekali lagi, jika
kita niat, semata-mata karena Allah. Akan ada keberkahan. Nantinya, dari niat
kita yang diterima, bukan hanya untuk kita saja. Keberkahan akan berbuah manis
hingga anak-cucu kita nanti, hingga beberapa generasi. Bahkan ke seluruh alam. Amiienn…Amieenn
Ya Rabbal 'Alamiinn…
***
Selain niat untuk
semata-mata islah diri, yang kedua adalah niat untuk mendukung suami dan anak
dalam dakwah. Karena kalau suami semangat, sekalipun istrinya tidak ikut
berangkat, istrinya akan tetap mendapat pahala. Keberkahan akan merata di
dalam rumah. Anak-anak lebih mudah menjadi soleh-solehah. Ini berkat dari
pengorbanan seorang perempuan karena ketabahan dan kesabarannya.
Para Nabi yang
istrinya mendukung dakwah, maka dakwahnya akan lebih sukses. Selain Baginda
Nabi Saw, misalnya istri Nabi Ibrahim 'alaihissalam,
dan Istri Nabi Musa 'alaihissalam. Mereka
lebih sukses dari yang lain. Begitu juga dengan Ali bin Abi Thalib radhiallahu
'anhu wa karramallahu wajhahu. Kesuksesan beliau, karena peran baik
langsung, atau tidak langsung, dari istrinya. Fatimah radhiallahu
'anha.
Fatimah radhiallahu
'anha menjadi
penghulu perempuan di surga. Hadis riwayat Tirmidzi dari Ummu salamah, Istri
Nabi Saw, berkata yang singkatnya : "Surga bagi perempuan tidak boleh
dimasuki, sebelum langkah kaki Maryam binti Imran dan Fatimah radhiallahu 'anha
ada di tempat itu. Beliau bisa menjadi sebegitu hebat, bukan karena
nepotisme Nabi. Bukan karena ayahnya Rasulallah, sehingga anaknya otomatis bisa
punya derajat begitu tinggi. Penghargaan ini, karena upaya Fatimah radhiallahu
'anha sendiri.
Putri Nabi ini,
juga putri Raja Yastrib. Raja di Madinah. Tapi beliau, tidak dibela Nabi, kalau
Fatimah radhiallahu
'anha berbuat
salah. Nabi katakan, "law anna fatimata
binti muhammadan saraqot, la qhoto'tu yadaha." (seandainya
Fatimah binti Muhammad mencuri, maka aku—ucap Rasul—sendiri yang memotong
tangan anak perempuannya).
Manakala Nabi akan
menghembuskan ajal, Fatimah radhiallahu
'anha ada
di rumah itu. Nabi katakan, bukakan pintu, ada yang mengetuknya. Putri Nabi ini
membuka pintu, namun tak ada orang. Kata Baginda Rasul, tamunya sudah di dalam
sini semua. Fatimah radhiallahu 'anha terkejut.
Lalu, orang yang
mulia itu, Rasulallah Saw, mengisyaratkan kalau ini waktunya. Penghulu
perempuan surga itu menangis. Ia teringat kata-kata yang ayahnya bisikkan, saat
Fathu Makkah. Kalau Baginda Rasul, ayahnya itu, sebentar lagi akan meninggal.
Perasaan yang sama. Bisikan yang sama, saat ini didengar Putri Nabi tercinta.
Sambil sesenggukan, wanita itu berusaha memadamkan geloranya. Kata Rasulallah
pada putrinya, yang intinya beliau katakan "Wahai
Fatimah… tiap maut ada sekaratnya." Belum
berhenti air mata Fatimah, perempuan salehah itu terus menangis. Tapi Baginda
Nabi khawatir dengan umatnya. Lalu masalah perempuan. Maksudnya hak-hak
perempuan harus dijaga. Dilindungi. Lalu, masalah pentingnya shalat. Fatimah radhiallahu
'anha, dan Para Malaikat berkabung. Seluruh alam semesta turut menangis.
Rasa sakit itu
kian memuncak. Sekujur tubuh Nabi menggigil. Wajah beliau semakin memucat,
urat-uratnya menegang. Dalam keadaan sakit tak tertahankan itu beliau berdoa, “Ya
Allah, alangkah sakitnya! Ya Allah, timpakanlah sakitnya maut ini hanya
kepadaku, jangan kepada umatku.”
Cintanya beliau
pada umat ini. Kepada kita. Ummat Muhammad Shallahu
'alaihi wa sallam. Begitu besar. Hingga ia memohon, agar tiada satu pun
dari umatnya tidak merasakan sakitnya sakaratul maut. Cukup dirinya saja.
Adakah di antara, yang begitu mencintai Rasulallah, hingga menjelang ajal juga
masih memikirkan Baginda Rasul, sebagaimana Baginda Rasul yang selalu
memikirkan umatnya dalam keadaan begitu.
Mendengar tangis
putri kesayangannya itu masih belum berhenti, Rasulullah SAW sempat
mengisyaratkan agar Putrinya mendekat. Perempuan sholehah itu, akhirnya
menempelkan telinga ke wajah ayahnya. “Bersabarlah anakku sayang.
Tidak ada lagi penderitaan ayahmu sesudah hari ini…” Nabi
SAW berusaha menghibur putrinya lagi. "Setelahku.. engkau yang menyusulku
terlebih dahulu." Seketika itu juga, Fatimah gembira. Ia tersenyum
lebar. Dari bibir ayahnya sendiri, Fatimah dikabarkan juga akan segera
meninggal dunia. Menyusul kepergian Nabi Saw.
Alangkah mulianya amalan perempuan ini. Dikabarkan akan meninggal, justru sangat senang. Karena bisa yang pertama menyusul. Sangat berbeda jauh dengan perempuan-perempuan kita, yang sangat benci kematian. Juga membenci kemiskinan. Pangkat, yang akan disandang, sebagai perempuan penghulu surga, terbersit dalam hasratnya. Dan wanita shalehah itu, istri Ali bin Abi Thalib radhiallahu 'anhu lupa diri dalam senyumnya. Ia lupa sesaat kalau ayahnya, suri tauladannya, masih terbaring di depan mata. Sudah tak bernyawa lagi.
Benarlah apa yang
dikatakan Rasul. Fatimah yang akan menyusul, lalu Sayyidah Zainab binti Jahsy,
istri rasul yang panjang tangan, rajin sedekah, menjadi orang-orang yang
meninggal setelah kepergian Baginda Nabi.
Fatimah meninggal
dunia di usia 28 tahun, 6 bulan setelah kematian Nabi saw. Merasa ajalnya sudah
dekat, Fatimah radhiallahu
'anha membersihkan
dirinya, memakai pakaian yang terbaik, memakai wewangian, dan berwasiat kepada
Iparnya, Asma bin Abi Thalib radhiallahu
'anha : “hanya suamiku, yang boleh menyentuh tubuhku.”
Mengenai kematian putri kesayangan Nabi ini, banyak sekali tertulis kisah-kisah
yang menyedihkan. Fatimah radhiallahu
'anha memang
wafat di usianya yang masih sangat muda. Terlepas dari cerita penganiayaan itu,
ada cerita menarik menjelang wafatnya Fatimah radhiallahu
'anha. Sebelum membersihkan diri dan bersiap menghadap Allah swt,
ketika Fatimah radhiallahu
'anha merasa
ajalnya sudah dekat, dia memandikan dua putra nya (Hasan dan Husein radhiallahu
'anhuma) dan menyuruhnya pergi ke masjid. Menyusul Ayah mereka untuk
sholat. Setelah pulang dari masjid 'Asma menemani dua putra Fatimah radhiallahu
'anha itu
makan, dan bertanyalah mereka kepada 'Asma binti Abi Thalib rahdiallahu
'anhuma. “dimana ibu kami? Belum pernah kami makan tanpa ditemani ibu kami”.
Fatimah radhiallahu
'anha meninggal
dengan keadaan sujud menghadap kiblat. Anak-anak Fatimah menyaksikan ibunya
dalam keadaan demikian mulia.
***
Hari ini.
Anak-anak perempuan kita, diberi nama Fatimah. Dengan harapan seperti Fatimah radhiallahu
'anha binti
Muhammad Rasulallah Saw. Tetapi, nama anak-anak perempuan kita sangat jauh
berbeda dengan putri Rasul. Astagfirullah…
Anak-anak
perempuan kesayangan kita, jauh dari sifat-sifat yang dimiliki anak-anak
perempuan Nabi. Ini karena salah kita. Kita yang enggan memberi izin kepada
ayahnya, untuk tinggalkan rumah berangkat dakwah. Kita malu, kalau suami kita
digunjing orang, karena ikuti sunnah. Selamatkan agama yang hampir punah. Kita
berat, saat suami tidak ada di sisi, padahal beliau sedang islah diri, berpisah
sebentar demi agama.
Jadi saat ini.
Hari ini kita niat, untuk dukung perjuangan dakwah suami dan anak kita. Karena
mereka pergi dakwah, karena cinta kepada keluarga yang besar. Mereka berpisah,
karena tidak ingin diri kita dan anak-anak kita terbakar di Neraka. Karena para
suami ingin, agar anak-istrinya menjaga perintah shalat. Perginya mereka
keluar di jalan allah, sama seperti mereka pergi untuk menjemput nafkah yang
Allah sudah sediakan. Mereka korbankan waktu, tenaga, pikiran, pisah dengan
keluarga, demi berusaha agar menjadi lelaki yang sholeh. Menjadi suami yang
soleh. Menjadi ayah yang soleh, bagi anak-anak kita.
Marilah. Pada
kesempatan hari-hari ini. Kesempatan yang bulan depan, yang tahun depan, belum
tentu bisa kita keluar 3 hari masturah. Kita, manfaatkan baik-baik. Ikuti
tertib 72 jam. Patuhi adab-adab dan sunnah Nabi. Taat pada amir. Jadikan Allah
sebagai penolong kita. Jadikan Allah sebagai tempat mengadu. Biarkan suami,
matikan handphone-nya. Matikan alat komunikasi sebentar. Hanya untuk 3 hari
saja. Agar kita bisa menjadi Fathimah yang sesungguhnya. Menjadi Maryam yang
seperti Maryam binti Imran. Agar umat Nabi Muhammad hingga manusia terakhir
lahir di dunia ini, kenal adab. Kenal agama. Mau taat pada perintah-perintah
Allah..
Subhanallah wa
bihamdihi, Subhanakallahumma wa bihamdika Asyhadu Allaailaaha illa anta,
astaghfiruka wa atuubu
ilaik
No comments:
Post a Comment
Komentar dari kamu, menjadi sedekah yang dicatat Allah. Silahkan beri komentar untuk kemajuan blog ini.