... DAKWAH > untuk Kemajuan diri dan Ummat I Qur'an > jantungnya Surat Yaasin I Masjid > jantungnya masyarakat Islam I Shalat berjamaah > jantungnya masjid I Silaturahmi > jantungnya umat Islam I Dakwah > jantungnya agama I Pengorbanan > jantungnya dakwah I Musyawarah > jantungnya pengorbanan I Sami'na wa atha'na > jantungnya musyawarah I Dakwah > maksud hidup I Hidup > dakwah I Dakwah > sampai mati I Mati > dalam dakwah I La ilaaha illallah muhammadur rasulallah ....

Monday 28 December 2015

Bayan hidayah Nisab 3 Hari


# Pengantar
Bayan hidayah, adalah bayan pembuka. Pembuka hidayah. Dengan bayan ini, diharapkan ada kekuatan selama 3 hari. Kalau jamaah susah diatur amir, pecah tertib-pecah hati, barangkali karena bayan hidayahnya, juga asal-asalan. Penyampaian bayan hidayah ini, perlu orang-orang tertentu yang membawakan. Bukan sembarangan orang. Sebaiknya yang sudah paham dakwah, juga punya pengorbanan yang besar untuk agama. Dakwah sudah melekat, menjadi sifat dalam keseharian. Terutama, dinilai dari amalan infiradi-maqomi-intiqoli, yang dianggap paling baik di antara yang hadir di tempat itu. Lebih baik lagi, kalau petugas bayan hidayah, ahliyahnya sudah pernah keluar masturah. Ini lebih sempurna. Benih yang tepat, ada pada tanah yang subur. Jika tanah subur saja kurang bisa tumbuh yang baik, apalagi pada tempat yang cadas, keras lagi gersang. 

Selain itu, dalam petugas bayan hidayah, hendaknya shalat hajat 2 rakaat terlebih dahulu. Do'a agar para jamaah Allah berikan kepahaman. Karena bayan hidayah yang akan kita sampaikan, belum tentu bisa dipahami sebagus apa pun penyampaian. Yang berikan paham hanya Allah. Tawaddu' penuh pengharapan, penuh adab kepada Allah. Agar dapat tawajjuh, sebaiknya do'a mohon hidayah, mohon dibukakan ilham.

Berbeda dengan bayan wabsy yang menitikberatkan pada perlunya perbaikan amalan maqomi. Materi bayan hidayah, sebenarnya menyangkut masalah 'pembuka hati' atau pemancing hidayah. Kemudian, tambahkan dengan ushul-ushul dakwah. Ingatkan soal tata tertib pada amir, beberapa hal yang perlu diperbanyak, yang harus ditinggalkan, dan lain-lain. Ulang-ulang. Ingatkan kembali soal dua hal tadi; pembuka hati dan ushul-ushul dakwah. Tambahkan juga, maksud perbaikan untuk keluar 3 hari untuk apa. Sampaikan harapan perbaikan soal 5 hal; Niat perbaikan aqidah, perbaikan ibadah, perbaikan mu’amalah, perbaikan mu’asyarah, serta perbaikan akhlaq.
Kalau soal penyampaian ushul-ushul dakwah, sudah banyak paham. Kita abaikan saja. Lalu bayan pembuka hati. Para ulama, sarankan agar bayan hidayah ini seperti bayan para nabi. Materinya seperti panggilan azan. Dalam azan, dikenalkan dahulu "Allahu Akbar." Baru isi dengan mengenalkan keagungan Allah, sifat-sifat Allah, rasa cinta kepada Nabi dan sahabat, dan seterusnya. Sehingga urutannya, kira-kira sebagai berikut ;  

+ Panggil dengan kebesaran Nama Allah (Allahu Akbar 2x)
+ Kenalkan Allah (Asyhadu alla ilaha illallah)
+ Kenalkan Rasul (Asyhadu anna Muhammadar rasulallah)
+ Ajakan atau tasykil iman dan amal sholeh
+ Berikan fadhilah iman dan amal sholeh
+ Yakinkan adanya Allah. Tiada Tuhan selain Allah. 

Do'a. berdo'a adalah senjata orang muslim. Apa pun berkah, jika ada do'a dalam suatu amal. Tutuplah dengan do'a setelah penyampaian bayan hidayah.  Sebaiknya, orang yang memiliki ruh tinggi dalam dakwah yang diutamakan sebagai pemimpin do'a. Berdo'a agar para ulama, tokoh masyarakat, dibukakan hidayah. Disatukan hati sebagai sesama muslim. Terutama untuk para jamaah, agar dikuatkan imannya. Diberikan kesatuan langkah, kesatuan hati. 

# Contoh bayan hidayah untuk 3 hari
Allah Subhanahu wa ta'ala  Maha Kuasa. Kekuasaan Allah tanpa batas. Sedangkan makhluk-makhluk Allah, jika diberikan kekuasaan, maka ada batasnya. Punya gelar-pangkat-jabatan,  hanya di dunia saja. Juga ketika berkuasa di suatu tempat,  tempat lain, bukan dibawah kekuasaannya. Jendral bisa pensiun, atasan bisa turun. Ada masanya, ada waktunya. Kekuasaan suatu kelompok, suatu negara, atau barang kali suatu bangsa, dipergilirkan. Dulu ada Romawi, ada juga Persia. Bahkan Islam juga pernah berjaya. Namun, semua itu, lagi-lagi ada masanya. Ada ajalnya.

لِكُلِّ أُمَّةٍ أَجَلٌۚ إِذَا جَآءَ أَجَلُهُمۡ فَلَا يَسۡتَٔۡخِرُونَ سَاعَةٗ وَلَا يَسۡتَقۡدِمُونَ ٤٩

Kepintaran-kepandaian  manusia, bisa berkurang, karena waktu. Semakin lama, semakin tua, malah semakin banyak yang lupa. Bahkan, kepintaran-kepandaian manusia  bisa hilang sama sekali. Sedangkan Allah, Maha Alim. Maha Mengetahui. Kekuasaan Allah, sejak dahulu, sampai kapan pun tetap berkuasa. Seandainya seluruh makhluk-makluk, enggan taat pada Allah, maka sama sekali tidak akan membuat Allah menjadi turun derajat-Nya. Allah tidak akan pensiun, tidak lupa, tidak pikun, juga tidak akan hilang kekuasaan-Nya sampai kapan pun. Walaupun seluruh manusia di dunia ini, tidak taat pada Allah. Allah tidak rugi. Justru manusia yang rugi. Karena Allah yang merajai langit-bumi, dan penguasa seluruh alam semesta beserta isinya.

لِلَّهِ مَا فِي ٱلسَّمَٰوَٰتِ وَمَا فِي ٱلۡأَرۡضِۗ ٢٨٤

Kepunyaan Allah. Apa-apa yang ada dilangit, apa-apa yang ada di bumi.  

Hari ini, dengan kemuliaan-keagungan Allah, juga karena kehendak Allah. Kita hadir di sini. Kita dipertemukan, dikumpulkan di majelis yang mulia ini, karena Allah pilih kita, karena Allah melihat, Allah Mengetahui ada amalan-amalan kita yang diterima oleh Allah. Sehingga dengan amal yang kita tidak sadari itu, Allah dudukkan di tempat yang sangat mulia ini, dalam rangka untuk islah diri. Tazkiyatunnafs (membersihkan jiwa). Kita sama pasang niat, hanya untuk perbaikan diri.

Setelah Nabi diangkat menjadi Rasul, pekerjaan tetap yang beliau lakukan adalah berdakwah. Perintah shalat sudah ada, namun belum di-syariatkan kepada kaum Muslimin. Kewajiban shalat, ada kira-kira tahun ke-11 dari kenabian, setelah Isra Mi'raj. Dari itu, para sahabat yang termasuk orang awwalun, seperti Ja'far bin Abu Thalib, hanya melakukan perintah wajib berdakwah, sewaktu Hijrah ke Habasyah.

Dakwah yang dilakukan sahabat pada waktu itu, adalah dakwah aqidah, sekaligus dakwah bid dakwah. Dakwah untuk menyakinkan diri, kalau Islam yang baru mereka anut, adalah pilihan yang benar. Caranya dengan mengajak keluarga, tetangga, karib-kerabat untuk memilih jalan Islam. 

Ragam dakwah, kata para alim-ulama, ada banyak jenis. Misalnya; dakwah bil hal (menyumbang), dakwah bil kutub (belajar di majlis ta'lim), serta dakwah bid dakwah (dakwah mengajak orang juga berdakwah), dan banyak lagi. Sedangkan dakwah di jaman kita, lebih banyak dakwah dengan tema iman dan amal soleh.

Sehingga dakwah ini adalah jalan para Nabi- Rasul yang sangat penting. Dakwah menjadi penguat keimanan seseorang. Apalagi banyak yang baru memeluk Islam. Tentunya butuh dakwah. Hanya dengan cara berdakwah, keyakinan akan bertambah.   

Rasulallah Saw, adalah Nabi terakhir. Sehingga tugas kenabian diwariskan kepada umatnya. Karena sifatnya warisan, semua orang muslim, berhak mendapatkan tugas yang mulia ini. Tua-muda, besar-kecil, kaya-miskin, kalau seorang muslim, maka ada kewajiban dakwah. Walau pun tidak sejajar dengan para Nabi, umat Nabi dijadikan naib atau wakil dari kerja Nabi. Jadi kita, umat Nabi mengambil kerja Nabi, hanya semata-mata sebagai wakil, karena tidak ada Nabi lagi yang turun untuk memperbaiki syariat. Jadi, karena warisan, bagi yang tau, bagi yang mau saja. Tidak ada paksaan.
Allah perintahkan dalam al-Qur'an ;

وَلۡتَكُن مِّنكُمۡ أُمَّةٞ يَدۡعُونَ إِلَى ٱلۡخَيۡرِ وَيَأۡمُرُونَ بِٱلۡمَعۡرُوفِ وَيَنۡهَوۡنَ عَنِ ٱلۡمُنكَرِۚ وَأُوْلَٰٓئِكَ هُمُ ٱلۡمُفۡلِحُونَ ١٠٤

"Hendaklah ada diantara kamu (Ya ummata Muhammadin), yang mengajak kepada kebaikan, menyuruh kepada yang ma'ruf, dan mencegah dari kemungkaran. Merekalah orang-orang yang beruntung." (QS. Ali Imran [3] ayat 104).

Jadi orang yang beruntung, adalah orang yang mengambil kerja dakwah ini. Kalau kita berfikir tentang dakwah, terkadang yang terpikir adalah orang lain. Yang terpikir adalah obyek dakwah. Padahal, hakikat dakwah adalah untuk islah diri. Karena dengan dakwah, hanya dengan jalan dakwah, seseorang bisa menjadi lebih baik. Ada perbaikan iman dan amal. Orang yang berilmu, orang alim, jika tidak dakwah, maka ilmunya akan menggelap hati. Sedangkan orang dakwah, walau ilmunya sedikit, walau miskin-miskin, walau bodoh-bodoh, maka Allah akan menerangi hatinya.

Namun demikian meski berdakwah, mengajak manusia pada Allah, hakikat dan tujuannya semata-mata perbaikan diri. Lingkungan, orang-orang di sekitar kita, semuanya dalam genggaman dan pengawasan Allah. Jika Allah kehendaki semuanya taat, semuanya menjadi orang baik, ini mudah saja bagi Allah. Allah bisa menjadikan makhluk-makhluk punya sifat taat seperti para Malaikat. Selalu bertasih, memuji Allah. Taat dengan semua kehendak Allah. Namun, Allah memberikan kesempatan ini kepada manusia. Apakah mau ikuti perintah-perintah Allah, atau mengabaikannya.

Sebenarnya, setiap orang mengetahui perintah dan larangan Allah. Karena lemahnya iman yakin pada Allah, pasang-surutnya iman, perintah Allah terasa berat dilakukan. Shalat misalnya. Seluruh muslim, paham kewajiban shalat. Mengapa banyak tetangga, teman, kenalan yang nyata-nyata tidak mengerjakan shalat. Padahal, jika meninggakan shalat, maka namanya sudah ada di Neraka. Tertulis di sana. Karena iman yang lemah. Bahkan kadang anggota keluarga sendiri malah tidak shalat. Lebih aneh lagi, kalau kalangan berilmu, tau agama, malah ada tidak mau shalat. Sekalipun shalat, hanya dikerjakan di rumah saja. Karena memang ilmu hanya sebagai penghantar saja. Sebagai pengetahuan, untuk memahami shalat. Ada pun yang menggerakkan agar mau shalat, adalah iman. Iman yang kuat, perintah-perintah Allah seperti shalat, mudah dilakukan tanpa perlu diawasi orang lain.  

Kalau kita sering mendakwahkan kebesaran Allah, keagungan Allah, maka jika terus diulang-ulang, akan masuk ke dalam hati. Karena apa yang kita ucapkan dalam dakwah, pasti telinga kita lebih dekat dengan apa yang kita ucapkan sendiri. Kalau sudah muncul sifat ini, maka diri kita akan lebih mudah menerima perintah-perintah Allah. Sifat takwa terus tumbuh. Sehingga gairah amal-ibadah akan meningkat. Perbaikan yang sebenarnya, akan terwujud. 

يَآ أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اتَّقُوا اللهَ وَقُولُوا قَوْلًا سَدِيدًا. يُصْلِحْ لَكُمْ أَعْمَالَكُمْ وَيَغْفِرْ لَكُمْ ذُنُوبَكُمْ.

Bertakwalah pada Allah. Ucapkan dengan teguh kalimat la ilaha illallah (perkataan Tauhid) . Maka akan diperbaiki amal-amalmu, dan diampuni dosa-dosamu.

Dengan cara beriman kepada Allah, lalu berdakwah, akan diampuni dosa-dosa. Akan dicuci. Segala bentuk kemusyrikan, perlahan akan dikikis. Sehingga para alim-ulama katakan, taubat yang sesungguhnya adalah dengan cara berdakwah. Karena akan ada balasan berupa surga. Sedangkan orang yang berhak atas surga, adalah yang bersih-bersih saja. 

***
Dalam waktu yang sebentar ini, nisab 3 hari ada hal-hal yang perlu diperbaiki. Antara lain ;
Niat perbaikan aqidah,
Niat perbaikan ibadah,
Niat perbaikan mu’amalah,
Niat perbaikan mu’asyarah, dan
Niat perbaikan akhlaq.

Niat perbaikan aqidah. Perbaikan aqidah hanya dengan berdakwah. Sebab, jika diibaratkan kita sebagai penjual barang (sales-marketing), kita harus yakin, kalau barang ini berguna. Yakin, kalau barang ini juga akan laku. Jadi, harapannya, setelah ada di sini 3 hari, keyakinan kepada Allah semakin bertumbuh mantap. Aqidah kita, yakin kalau Allah Maha Pencipta-Maha Merajai- dan Maha Pemberi Rezeki. (Allah Khaliq-Allah Malik-Allah Raziq). Kita ulang-ulang kalam dakwah.

Apabila dalam program jaulah, di jalan melihat rumah megah, tidak terkesan. Baca do'a agar kemewahan rumah orang, tidak masuk dalam hati. Banyak dzikrullah, yakinkan hati, kalau kemewahan itu Allah yang berikan. Di akhirat, kita akan lebih kaya lagi, lebih mewah dari rumah sebesar apa pun di dunia ini.  

Niat perbaikan ibadah. Ibadah adalah penunjang dakwah. Ibadah bukan hanya sekedar menggugurkan kewajiban. Dalam masa 3 hari ini, ibadah sunnah perlu ditingkatkan. Yang malas tahajud, jadi tambah rajin, karena dibantu dengan suasana di sini. Kemudian yang belum bergairah baca al-Qur'an, maka jadi tambah semangat. Kita perbanyak ibadah, terutama amalan sunnah.

Ketiga, perbaikan mu'amalah. Mu'amalah adalah hubungan sesama manusia, yang menyangkut ekonomi. Misalnya jual beli, bekerja, hutang-piutang, pinjam-meminjam. Intinya ada hubungan soal ekonomi. Jadi, harapannya, dengan belajar, tau hukum-hukum dan adab dalam Islam, soal ekonomi. Misalnya, setelah pulang dari 3 hari, segera berusaha melunasi hutang-piutang. Karena hutang, adalah separuh jiwa. Artinya, jika kita berhutang, maka ada rasa takut kepada pemberi hutang. Contoh lain, misalnya berdagang. Harapannya, dalam usaha jual-beli, meninggalkan cara-cara haram dalam mencari harta. Curang dalam timbangan, dan lain-lain. Harta haram, adalah pengundang bencana, pembuat do'a menjadi tidak makbul.

Lalu, berikutnya, mu'asyarah. Perbaikan ini, menyangkut perbaikan dalam pergaulan. Jadi, tinggalkan orang-orang yang berperilaku buruk dalam keseharian kita. Kecuali, ada niat yang kuat dalam hati, agar bisa menyampaikan dakwah. Mu'asyarah penting, karena lingkungan pergaulan, berpengaruh pada jiwa seseorang. Jangankan dengan manusia, bergaul dengan hewan saja, berpengaruh. Rasulallah Saw pernah contohkan, penggembala kambing jiwanya akan lebih lembut, daripada penggembala kuda atau unta. Penggembala kuda dan unta, akan tercemar dengan sifat ternaknya yang terkesan; besar, kuat, dan tangguh. Jadi menurut baginda Rasul, bergaul dengan kuda dan unta, saja dapat mewarnai kejiwaan seseorang, sehingga tampak merasa lebih gagah, lebih perkasa.

Juga, dalam mu'asyarah pada lingkungan keluarga. Sayang istri, hargai anak, wujudkan silaturahmi pada tetangga. Terutama menjenguk orang yang sedang sakit. Da'i adalah contoh. Suri tauladan. Perbaikan pada hubungan-mu'asyarah, tentu sangat penting. Jangan sampai dianggap sebagai angkuh, dan mau menang sendiri. Terutama, tinggalkan perdebatan. Karena, berdebat hanya akan membuat hidayah lari. Allah benci orang yang bertikai. Kata Syech abdul Qodir Jailani rahmatullah 'alaihi, "berdebat dengan orang jahil, hanya akan mengeraskan hati, dan memperbanyak dosa saja."  

Terakhir, adalah akhlaq. Adab seseorang, lebih dihargai daripada ilmu seseorang. Ketinggian ilmu seseorang,  karena punya etika yang baik dalam pergaulan. Sayang kepada yang muda, hormat kepada yang lebih tua. Bersifat rendah diri, pada ulama. Masyayikh kita berpesan, agar menghormati 4 kelompok orang; ulama (ahli ilmu agama), ahli dzikir-ibadah, ahli tasawuf (tarikat), dan hafidz al-Qur'an. Mereka-mereka ini adalah pasak atau tiang suatu kampung. Sebagus apa pun dakwah seseorang, jika melecehkan ulama atau tokoh yang dihormati, maka akan dilawan dakwah oleh para pengikutnya. Jadi penting untuk menjaga tertib dakwah dengan menghargai mereka. Duduk di majelis-majelis mereka. Sebagai perbaikan adab atau akhlak, setelah 3 hari program ini. Baginda Rasul Saw berdakwah dengan akhlaknya.

Manfaat dari program 3 hari ini akan sangat terasa di dunia. Jika dijaga, diamalkan dengan sungguh-sungguh.  Lalu, apa balasannya, apa untungnya jika kita taat pada Allah, cinta rasul, menghormati sahabat, dan beramal soleh? Ampunan Allah, akan diminumkan Rasulallah Saw, dari tangan beliau sendiri saat di telaga Al-Kaustar. Didunia, akan timbul zuhud dalam mengarungi hidup. Dan wara' dalam agama. Allah akan sayang, akan bantu semua kesulitan dalam hidup kita. Aaamieeenn..  

***
# Penutup
Mudah-mudahan ada yang perbaiki, jika apa yang saya tulis ini pasti banyak kesalahan. Sebab, dakwah yang sebenarnya adalah terjun langsung. Apa yang saya ketik ini, adalah sebagai catatan saja. Lagipula saya ini masih belum paham betul, soal dakwah para 'anbiya tempo dahulu. Lebih banyak korban untuk agama, akan lebih paham lagi. Insya Allah…

Jakarta, 18 Rabi' Awwal 1437. 01:47 AM.

Hamba Allah,




Friday 25 December 2015

Bayan Masturoh jamaah 3 hari

Ada orang-orang yang menghina Allah, dengan mengatakan Allah punya anak. Padahal, Allah adalah

ٱللهُ ٱلَّذِي لآ إِلَٰهَ إِلَّا هُوَ، ٱلۡمَلِكُ ٱلۡقُدُّوسُ ٱلسَّلاَمُ ٱلۡمُؤۡمِنُ ٱلۡمُهَيۡمِنُ ٱلۡعَزِيزُ ٱلۡجَبَّارُ ٱلۡمُتَكَبِّرُۚ سُبۡحَانَ ٱللهِ عَمَّا يُشۡرِكُونَ ٢٣

"Dia-lah Allah Yang tiada Tuhan (yang berhak disembah) selain Dia. Raja, Yang Maha Suci, Yang Maha Sejahtera, Yang Mengaruniakan keamanan, Yang Maha Memelihara, Yang Maha Perkasa, Yang Maha Kuasa, Yang Memiliki segala keagungan. Maha Suci (lah) Allah dari apa yang mereka persekutukan."

Jadi Allah Maha suci dari apa yang mereka tuduhkan. Orang-orang yang menghina Allah, dengan mengatakan Allah punya anak. Dengan mengatakan para Malaikat adalah anak-anak perempuan Allah, bahkan hingga saat ini masih ada. Tapi, Allah tidak langsung binasakan mereka. Allah berikan mereka kesempatan. Karena sifat rahman-Nya Allah terhadap umat Nabi Saw. Berbeda dengan kaum terdahulu, jika berbuat maksiat, maka ditimpakan Azab. Tapi, karena umat Nabi Saw, Allah tetap menunggu orang-orang yang maksiat, agar bertaubat. Orang yang belum beriman, agar mau mengakui keberadaan Allah. Keagungan Allah. Tentunya untuk mereka-mereka ada batasan waktu, yakni sampai ajal tiba.

Begitu juga, kepada kita. Allah cinta kepada kita, ia dudukkan kita di majelis yang mulia ini. Jika kepada mereka para penghina Allah saja, Allah Maha Pengasih. Masih Allah berikan rezeki. Maka kepada kita, bukan hanya dikasih, melainkan juga disayang Allah. Tanda sayangnya Allah, maka Allah pilih, siapa-siapa yang mau mengikuti hidayah, Allah berikan, lalu Allah kehendaki kebaikan dengan hadirkan di suasana ini. Hadis riwayat Bukhari dari Muawiyah radhiallahu ‘anhu, yang mafhumnya, jika Allah kehendaki kebaikan pada diri seorang hamba, maka Allah akan pahamkan dari sisi agama. Jadi, kita yang ada di sini, karena pilihan. Dipilih Allah, karena ada potensi untuk menjadi orang yang selalu memperbaiki diri. Karena Allah akan berikan kebaikan, berupa kepahaman terhadap agama.

***
Dalam catatan sejarah dakwah, kalangan perempuan malah lebih mudah mendapatkan hidayah. Ini terbukti pada zaman Nabi Saw, banyak pertentangan dari laki-laki, yang juga dari anggota keluarganya. Abu jahal, Abu Lahab dan beberapa orang laki-laki, malah banyak memusuhi Nabi. Sebaliknya, dari kalangan perempuan, dari bibi-bibi Nabi, malah banyak yang langsung mengikuti hidayah.

Ketika Zaid bin Haritsah radhiallahu ‘anhu masuk Islam, ia langsung ajak kedua orang tuanya. Ibunya langsung mau. Alasannya, waktu itu budaya jahiliyah suka mengubur anak perempuan. Ibunda juga hendak dikubur. Tapi Allah tolong. Kalaulah waktu itu sudah terkubur dalam tanah, maka tidak melahirkan anak hebat sekelas Zaid bin Haritsah radhiallahu ‘anhu. Jadi ibunda Zaid bin Haritsah radhiallahu ‘anhu merasa, pancaran cahaya Islam, adalah pembebasan bagi perempuan yang tradisi menganggap perempuan adalah barang dagangan. Biasa dijual. Biasa dipamerkan auratnya, hanya karena ingin dirayu laki-laki di jalan. Biasa dikubur hidup-hidup karena dianggap pembawa petaka bagi kehormatan kabilah. Dan kebiasaan buruk lainnya. Ibunda Zaid radhiallahu ‘anhu pilih memeluk Islam, sedangkan ayah Zaid radhiallahu ‘anhu, masih banyak pikir-pikir dahulu.

Ibunda Zaid bin Haritsah radhiallahu ‘anhu bukan orang pertama, dari kalangan perempuan. Yang pertama, adalah Sayyidah Khadijah radhiallahu ‘anha. Saking hebatnya, Sayyidah Khadijah radhiallahu ‘anha langsung dukung semua upaya Nabi. Dakwah Nabi semakin pesat, karena semua harta, jiwa raga, diserahkan istrinya secara ikhlas, untuk perjuangan dakwah Nabi kita.

Inilah hebatnya jika perempuan dalam dakwah, dukungannya benar-benar nyata bagi rijal. Ahbab rijal yang istrinya sudah kenal dakwah, jika malas-malasan keluar, kaum masturah malah mengusirnya dari rumah, agar rijalnya mau berangkat. Begitu juga, perkataan Sayyidah Khadijah radhiallahu ‘anha yang terkenal itu. "Wahai suamiku, jika aku meninggal terlebih dahulu, galilah tulang-belulangku dan jadikan perahu. Supaya bisa Engkau berdakwah seberangi lautan, dari perahu yang terbuat dari tulangku ini." Ulama lain, katakan, "jika tulangku bisa kamu jual, maka jual saja untuk biaya dakwah".. Subhanallah…  

Allah Swt, muliakan wanita dengan Surat An-Nisa. Allah Swt juga muliakan kesabaran seorang wanita, dan mensucikannya, dengan menyebut nama Maryam binti Imran. Kalau nama kita, disebut-sebut orang terkenal, maka begitu bangganya. Begitu juga dengan Maryam binti Imran. Allah sendiri yang sebutkan namanya. Agar menjadi contoh bagi seluruh perempuan yang ada di jagat semesta ini.

Allah memang pilih, keluarga Imran sebagai generasi unggul. Seperti dalam Qur'an Surat Ali Imran ayat 22. Allah menyebut beberapa orang, sebagai generasi unggul. Generasi terbaik, dari yang lain. Keturunan ; Adam alaihissalam, Nuh alaihissalam, Ibrahim alaihissalam, dan termasuk keluarga Imran. Istrinya Imran, orang yang sangat shalihah. Ia menginginkan adanya anak keturunan, agar bisa khidmad untuk perjuangan agama. Allah terima niat baiknya. Hingga ia melahirkan anak perempuan, yang Allah berikan nama "Maryam." Jadi, Allah sendiri yang berikan nama. Dan Allah tentukan pengasuhnya, yakni Zakaria 'alaihissalam.

Begitu hebatnya, keyakinan yang dibangun oleh perempuan yang dinamakan Maryam itu. Ketika ditanyakan oleh Zakaria 'alaihissalam, sebagai pengasuh, dari mana rezeki ini? Maryam kecil menjawab,"ini dari Allah. Sesungguhnya Allah memberi rezeki kepada siapa pun, tanpa hisab." Maksudnya, tanpa pandang bulu, siapa pun diberikan, sesuai dengan kemauan Allah.

***
Maksud dalam rangka keluar 3 hari masturah, adalah memperbaiki keyakinan tauhid kita. Menjadikan Allah selalu hadir dalam hati-hati kita. Yang tentunya perlunya ada perbaikan niat. Niatnya diluruskan terlebih dahulu. Hadir, dengarkan bayan di tempat ini, bukan karena makhluk. Juga bukan karena makanan, minuman, atau niat lain yang bersifat kebendaan. Niatnya hanya untuk islah. Untuk perbaikan diri kita sendiri. Niat ikut keluar, hanya karena Allah.

Seperti istri Imran, yang punya niat baik. Allah terima langsung dengan,"fataqqabbalaha robbuha, biqobulin hasanin." Allah terima niat baik perempuan ini. Allah kabulkan dengan penerimaan yang baik. Yakni menjadikan anak sebagai Maryam. Allah juga berikan keberkahan, dengan punya cucu sebagai nabi. Yakni Nabi Isa 'alaihissalam.

Niat baik ini tidak perlu dikabarkan kepada orang lain. Cukup diri kita dan Allah saja yang tahu. Karena niat baik, akan menumbuhkan kebaikan yang lain. Walau pun dengan prilaku yang sederhana. Prilaku yang remeh-temeh. Kalau Allah cinta, Allah sukai, maka terserah Allah saja yang membalas , sehebat apa pun balasannya.

Dahulu ada kisah seorang perempuan yang sederhana. Ia bukan kalangan bangsawan, bukan kalangan yang dihormati kabilah-kabilah Arab. Gadis ini, gadis lugu. Tapi karena keimanan dan keyakinan pada Allah, sudah benar, sudah meresap dalam hati, maka sikapnya juga menjadi baik.  

Seorang gadis miskin, di tengah malam mendebat ibunya, “Jangan. Wahai ibunda… Khalifah Umar mungkin tidak tahu, tapi Allah Swt selalu melihat kecurangan kita.” Siapa sangka Umar bin Khattab radhiallahu‘anhu ternyata ada di depan rumah itu, mendengarkan percakapan mereka berdua. Kejujuran gadis itu membuat khalifah terharu. Sambil kembali pulang ke rumah, tidak henti-hentinya air mata Umar membasahi jalan-jalan malamnya.

Esok harinya, ia meminta Ashim radhiallahu ‘anhu, putra Umar radhiallahu ‘anhu untuk melamar gadis itu. Ashim radhiallahu ‘anhu putra khalifah yakin dengan apa yang didengar dari suara hati ayahnya. Ia percaya dengan gadis jujur penjual susu yang enggan mencampur susu dengan air gula, akan selalu membawa kebaikan dari pilihan ayah tercintanya.

Dari hasil pernikahan mereka berdua, Allah Swt memberi seorang anak perempuan yang mereka namakan Laila. Cucu perempuan khalifah ini, orang banyak memanggilnya dengan sebutan Ummu Ashim. Laila tumbuh sebagai gadis yang mewarisi kebaikan ibunya. Ia dilamar oleh Abdul Aziz bin Marwan. Mereka pindah ke Mesir, karena bertugas di sana. Abdul Aziz bin Marwan menjadi gubernur Mesir semasa pemerintahan Bani Umayyah.

Darah biru belum terhenti di sana. Allah Swt memberikan seorang putra dari keberkahan mereka berdua yang dinamakan Umar. Dia lah Umar bin Abdul Aziz rahmatullah 'alaihi. Seorang Anak gubernur yang mewarisi jiwa kepemimpinan leluhurnya. Di usia 30-an, Umar bin Abdul Aziz rahmatullah 'alaihi menjadi gubernur berbagai wilayah. Kufah, Mekkah, Madinah, Hijaz sekaligus Thaif dan sekitarnya.

Jadi, hanya karena gadis jujur tadi. Allah suka sikapnya, Allah balas kebaikan, hingga dilamar putra khalifat Umar radhiallahu 'anhu. Juga punya keturunan menjadi khalifah Umar bin Aziz rahmatullah 'alahi. Perempuan yang sederhana, mirip dengan istri dari Imran tadi. Walau nama jelasnya tidak disebut, tapi amal baiknya abadi dalam Qur'an. Dibaca seluruh umat manusia, hingga hari kiamat.  

Sekali lagi, jika kita niat, semata-mata karena Allah. Akan ada keberkahan. Nantinya, dari niat kita yang diterima, bukan hanya untuk kita saja. Keberkahan akan berbuah manis hingga anak-cucu kita nanti, hingga beberapa generasi. Bahkan ke seluruh alam. Amiienn…Amieenn Ya Rabbal 'Alamiinn…

***
Selain niat untuk semata-mata islah diri, yang kedua adalah niat untuk mendukung suami dan anak dalam dakwah. Karena kalau suami semangat, sekalipun istrinya tidak ikut berangkat,  istrinya akan tetap mendapat pahala. Keberkahan akan merata di dalam rumah. Anak-anak lebih mudah menjadi soleh-solehah. Ini berkat dari pengorbanan seorang perempuan karena ketabahan dan kesabarannya.

Para Nabi yang istrinya mendukung dakwah, maka dakwahnya akan lebih sukses. Selain Baginda Nabi Saw, misalnya istri Nabi Ibrahim 'alaihissalam, dan Istri Nabi Musa 'alaihissalam. Mereka lebih sukses dari yang lain. Begitu juga dengan Ali bin Abi Thalib radhiallahu 'anhu wa karramallahu wajhahu. Kesuksesan beliau, karena peran baik langsung, atau tidak langsung, dari istrinya. Fatimah radhiallahu 'anha.

Fatimah radhiallahu 'anha menjadi penghulu perempuan di surga. Hadis riwayat Tirmidzi dari Ummu salamah, Istri Nabi Saw, berkata yang singkatnya : "Surga bagi perempuan tidak boleh dimasuki, sebelum langkah kaki Maryam binti Imran dan Fatimah radhiallahu 'anha ada di tempat itu. Beliau bisa menjadi sebegitu hebat, bukan karena nepotisme Nabi. Bukan karena ayahnya Rasulallah, sehingga anaknya otomatis bisa punya derajat begitu tinggi. Penghargaan ini, karena upaya Fatimah radhiallahu 'anha sendiri.

Putri Nabi ini, juga putri Raja Yastrib. Raja di Madinah. Tapi beliau, tidak dibela Nabi, kalau Fatimah radhiallahu 'anha berbuat salah. Nabi katakan, "law anna fatimata binti muhammadan saraqot, la qhoto'tu yadaha."  (seandainya Fatimah binti Muhammad mencuri, maka aku—ucap Rasul—sendiri yang memotong tangan anak perempuannya).

Manakala Nabi akan menghembuskan ajal, Fatimah radhiallahu 'anha ada di rumah itu. Nabi katakan, bukakan pintu, ada yang mengetuknya. Putri Nabi ini membuka pintu, namun tak ada orang. Kata Baginda Rasul, tamunya sudah di dalam sini semua. Fatimah radhiallahu 'anha terkejut.

Lalu, orang yang mulia itu, Rasulallah Saw, mengisyaratkan kalau ini waktunya. Penghulu perempuan surga itu menangis. Ia teringat kata-kata yang ayahnya bisikkan, saat Fathu Makkah. Kalau Baginda Rasul, ayahnya itu, sebentar lagi akan meninggal. Perasaan yang sama. Bisikan yang sama, saat ini didengar Putri Nabi tercinta. Sambil sesenggukan, wanita itu berusaha memadamkan geloranya. Kata Rasulallah pada putrinya, yang intinya beliau katakan "Wahai Fatimah… tiap maut ada sekaratnya." Belum berhenti air mata Fatimah, perempuan salehah itu terus menangis. Tapi Baginda Nabi khawatir dengan umatnya. Lalu masalah perempuan. Maksudnya hak-hak perempuan harus dijaga. Dilindungi. Lalu, masalah pentingnya shalat. Fatimah radhiallahu 'anha, dan Para Malaikat berkabung. Seluruh alam semesta turut menangis.
Rasa sakit itu kian memuncak. Sekujur tubuh Nabi menggigil. Wajah beliau semakin memucat, urat-uratnya menegang. Dalam keadaan sakit tak tertahankan itu beliau berdoa, “Ya Allah, alangkah sakitnya! Ya Allah, timpakanlah sakitnya maut ini hanya kepadaku, jangan kepada umatku.”

Cintanya beliau pada umat ini. Kepada kita. Ummat Muhammad Shallahu 'alaihi wa sallam. Begitu besar. Hingga ia memohon, agar tiada satu pun dari umatnya tidak merasakan sakitnya sakaratul maut. Cukup dirinya saja. Adakah di antara, yang begitu mencintai Rasulallah, hingga menjelang ajal juga masih memikirkan Baginda Rasul, sebagaimana Baginda Rasul yang selalu memikirkan umatnya dalam keadaan begitu.

Mendengar tangis putri kesayangannya itu masih belum berhenti, Rasulullah SAW sempat mengisyaratkan agar Putrinya mendekat. Perempuan sholehah itu, akhirnya menempelkan telinga ke wajah ayahnya.  “Bersabarlah anakku sayang. Tidak ada lagi penderitaan ayahmu sesudah hari ini…”  Nabi SAW berusaha menghibur putrinya lagi. "Setelahku.. engkau yang menyusulku terlebih dahulu." Seketika itu juga, Fatimah  gembira. Ia tersenyum lebar. Dari bibir ayahnya sendiri, Fatimah dikabarkan juga akan segera meninggal dunia. Menyusul kepergian Nabi Saw.

Alangkah mulianya amalan perempuan ini. Dikabarkan akan meninggal, justru sangat senang. Karena bisa yang pertama menyusul. Sangat berbeda jauh dengan perempuan-perempuan kita, yang sangat benci kematian. Juga membenci kemiskinan. Pangkat, yang akan disandang, sebagai perempuan penghulu surga, terbersit dalam hasratnya. Dan wanita shalehah itu, istri Ali bin Abi Thalib radhiallahu 'anhu lupa diri dalam senyumnya. Ia lupa sesaat kalau ayahnya, suri tauladannya, masih terbaring di depan mata. Sudah tak bernyawa lagi.

Benarlah apa yang dikatakan Rasul. Fatimah yang akan menyusul, lalu Sayyidah Zainab binti Jahsy, istri rasul yang panjang tangan, rajin sedekah, menjadi orang-orang yang meninggal setelah kepergian Baginda Nabi.

Fatimah meninggal dunia di usia 28 tahun, 6 bulan setelah kematian Nabi saw. Merasa ajalnya sudah dekat, Fatimah radhiallahu 'anha membersihkan dirinya, memakai pakaian yang terbaik, memakai wewangian, dan berwasiat kepada Iparnya, Asma bin Abi Thalib radhiallahu 'anha : “hanya suamiku, yang boleh menyentuh tubuhku.” Mengenai kematian putri kesayangan Nabi ini, banyak sekali tertulis kisah-kisah yang menyedihkan. Fatimah radhiallahu 'anha memang wafat di usianya yang masih sangat muda. Terlepas dari cerita penganiayaan itu, ada cerita menarik menjelang wafatnya Fatimah radhiallahu 'anha. Sebelum membersihkan diri dan bersiap menghadap Allah swt, ketika Fatimah radhiallahu 'anha merasa ajalnya sudah dekat, dia memandikan dua putra nya (Hasan dan Husein radhiallahu 'anhuma) dan menyuruhnya pergi ke masjid. Menyusul Ayah mereka untuk sholat. Setelah pulang dari masjid 'Asma menemani dua putra Fatimah radhiallahu 'anha itu makan, dan bertanyalah mereka kepada 'Asma binti Abi Thalib rahdiallahu 'anhuma. “dimana ibu kami? Belum pernah kami makan tanpa ditemani ibu kami”. Fatimah radhiallahu 'anha meninggal dengan keadaan sujud menghadap kiblat. Anak-anak Fatimah menyaksikan ibunya dalam keadaan demikian mulia.

***
Hari ini. Anak-anak perempuan kita, diberi nama Fatimah. Dengan harapan seperti Fatimah radhiallahu 'anha binti Muhammad Rasulallah Saw. Tetapi, nama anak-anak perempuan kita sangat jauh berbeda dengan putri Rasul. Astagfirullah…

Anak-anak perempuan kesayangan kita, jauh dari sifat-sifat yang dimiliki anak-anak perempuan Nabi. Ini karena salah kita. Kita yang enggan memberi izin kepada ayahnya, untuk tinggalkan rumah berangkat dakwah. Kita malu, kalau suami kita digunjing orang, karena ikuti sunnah. Selamatkan agama yang hampir punah. Kita berat, saat suami tidak ada di sisi, padahal beliau sedang islah diri, berpisah sebentar demi agama.

Jadi saat ini. Hari ini kita niat, untuk dukung perjuangan dakwah suami dan anak kita. Karena mereka pergi dakwah, karena cinta kepada keluarga yang besar. Mereka berpisah, karena tidak ingin diri kita dan anak-anak kita terbakar di Neraka. Karena para suami ingin, agar anak-istrinya menjaga perintah shalat.  Perginya mereka keluar di jalan allah, sama seperti mereka pergi untuk menjemput nafkah yang Allah sudah sediakan. Mereka korbankan waktu, tenaga, pikiran, pisah dengan keluarga, demi berusaha agar menjadi lelaki yang sholeh. Menjadi suami yang soleh. Menjadi ayah yang soleh, bagi anak-anak kita.

Marilah. Pada kesempatan hari-hari ini. Kesempatan yang bulan depan, yang tahun depan, belum tentu bisa kita keluar 3 hari masturah. Kita, manfaatkan baik-baik. Ikuti tertib 72 jam. Patuhi adab-adab dan sunnah Nabi. Taat pada amir. Jadikan Allah sebagai penolong kita. Jadikan Allah sebagai tempat mengadu. Biarkan suami, matikan handphone-nya. Matikan alat komunikasi sebentar. Hanya untuk 3 hari saja. Agar kita bisa menjadi Fathimah yang sesungguhnya. Menjadi Maryam yang seperti Maryam binti Imran. Agar umat Nabi Muhammad hingga manusia terakhir lahir di dunia ini, kenal adab. Kenal agama. Mau taat pada perintah-perintah Allah..  

Subhanallah wa bihamdihi, Subhanakallahumma wa bihamdika Asyhadu Allaailaaha illa anta, astaghfiruka wa atuubu ilaik            






Orang khawas ; Cobaan yang lebih berat

Orang yang Allah berikan harta berlimpah, punya kedudukan, punya pengaruh. Apa bila seorang muslim, maka selalu anda tantangan tersendiri. Apa lagi jika mereka ahbab. Kadang, dalam musyawarah, suaranya selalu didengar. Ini, kata orang tua kita agak berbahaya. 

Dalam sebuah bayan musyawah Indonesia, kiayi lufti pernah tuturkan, kalau banyak pondok tabligh yang baru buka sebentar, lalu tutup. Katanya akibat kurang hati-hati, pada orang khawas. Dalam kisahnya, beliau tuturkan, ada orang kaya dan orang alim. Sama-sama keluar 40 hari. Orang kaya ingin menambah pahala, begitu juga orang alim. Keduanya sepakat buka pondok pesantren. Untuk mewujudkan niat-niat baik mereka. Semua biaya, dibantu orang khawas. Orang alim, hanya tinggal mengajar saja. 


Lambat-laun, masalah mulai muncul. Orang khawas, mulai bikin aturan macem-macem. Orang alim, tidak mau diatur. Karena sama-sama merasa mulia. Yang satu kaya ilmu, lainnya kaya harta. Padahal, keduanya mulai lupa, kalau semua Allah yang beri. Allah yang kasih. Tapi keduanya mulai tidak cocok dalam musyawarah. Mulai ego dan kepentingan berjalan. Akhirnya bubar.


Orang-orang khawas, dikatakan memiliki hijab. Hijabnya bisa jadi ilmu, amal, pangkat, atau harta. Hijab-hijab ini yang membuat kebanyakan orang khawas, menjadi enggan tertib. Merasa banyak korban untuk agama, enggan diatur oleh amir. Amir disepelekan. Pecah hati. Allah menjadi murka. Hidayah tidak jadi turun. 


Contoh lain, orang yang sudah lama kenal dakwah, juga dikatakan orang khawas. Syaitan menyelinap dalam hati, sehingga selalu mengatakan "anda lebih hebat, lebih lama, lebih berpengalaman" dalam dakwah. Padahal, yang merasa selalu lebih hebat, adalah sifat Iblis. Dosanya, karena merasa lebih mulia dari Nabi Adam as. Padahal, sama-sama makhluk. Sama-sama ciptaan dari Allah.. astagfirullah… 

  
Orang khawas. Apa pun bentuk yang membuatnya menjadi khawas, karena kelebihan. Misalnya orang kelebihan uang. Ke Singapore untuk belanja tas. Padahal, kalau cari di pasar-pasar juga banyak. Karena gengsi. Merasa punya kelebihan uang. Jadi soal tas saja, harus buang-buang uang ke Singapore segala. Bahkan ke Jepang atau Hongkong. Inilah cobaan bagi orang yang khawas, karena kelebihan-kelebihan itu. 

Nah, kalau orang khawas dengan sesama orang khawas kadang adu gengsi. Lewat sikap atau kata-kata, satu sama lain salin merendahkan. Lebih keliru lagi, kalau orang lemah malah menghina orang khawas. Orang khawas dapet cobaan sikap takabur. Lalu, orang lemah ingin bersaing. Lalu apa yang ingin dilombakan dengan orang khawas? 


Dari itu, menghadapi orang-orang khawas, harus lebih banyak bertawajjuh pada Allah. Orang tua kita katakan, kalau menghadapi mereka, harus lebih banyak berdzikir. Dalam bayan, jord Qudama Indonesia di Cikampek 2015, kemarin, masyayikh katakan, kadang niat kita jaulah juga terkesan. Jaulah, masuk ke rumah orang khawas. Lihat barang-barang, lihat perabotan rumahnya. Kalau begini, malamnya harus banyak-banyak istighfar. Sebab, pasti dan pasti, mereka membawa kesan dalam hati. Jadi, obat satu-satunya adalah istighfar banyak-banyak di malam hari. Keluarkan kesan makhluk yang mampir sebentar di hati. 


Begitu juga orang khawas. Lebur diri dengan banyak khidmad. Jika tidak mau belajar khidmad, hati menjadi keras. Kekerasan ini yang menyebabkan Allah mulai melemparkan orang khawas dari jalur dakwah, perlahan-lahan. Bahkan bisa menjadi perusak dakwah.


Dalam surat Al-Kahfi ayat 28 adalah nasehat untuk Nabi kita. Agar jangan terkesan dengan orang khawas. Orang lemah, justru menjadi bagian dari kekuatan dakwah. Orang bodoh, miskin, bahkan cacat, barangkali hatinya malah lebih tawajjuh. Karena kelemahannya itu. Namun, mereka justru gampang terkesan pada kelebihan orang khawas. 


Surat Abasa juga teguran pada Nabi kita. Manakala Nabi bersama dengan pembesar Quraisy, sedang tawarkan agama pada mereka, lalu ada orang buta. Orang lemah ini, kemudian dinomorduakan Nabi. Allah tegur. Ini pelajaran untuk kita. 


Bulan lalu, ada takaza jamaah gerak di Jakarta. Ada dua calon ulama yang bergerak di wilayah kami. Yang satu orang Temboro. Satunya lagi pondok lain. Keduanya gerak satu tahun. Santri Temboro merasa lebih alim. Makanya dalam mudzakarah, dia bukan hanya menyindir, tapi menghina kitab-kitab fikih. Padahal dia sendiri, tidak bisa buat. Akhirnya ada santri juga, yang pandai baca kitab. Berdebat. Pecah hati dalam jamaah. Kebanyakan pondok –pondok dari Tabligh kurang paham adab. Seakan pondok lain, yang mengajar kitab sesat semua. Padahal, orang tua kita, dalam fadhilah tabligh katakan, pentingnya memuliakan ulama. Ulama yang dimaksud, adalah ulama yang dihormati penduduk tempatan. Jika ulama tempatan dihina, jamaahnya juga akan melawan. Sehingga usaha dakwah ila dakwah, berubah menjadi dakwah ila ilmu. Nisab da'i berubah menjadi ustad, karena merasa sama-sama hebat dalam fikih. Syaitan yang menang. 


Bulan ini juga sama. Bertemu dengan orang khawas lagi. Bahan bukan hanya alim, karena jebolan Madinah. Allah juga berikan orang ini harta yang berlimpah. Hampir semua jamaah terkesan dengan bicara orang alim ini. Dari itu, Si orang alim, mulai menghina seluruh harokah, majlis-majlis dzkir, majlis shalawat. Menghina syuro-syuro. Lebih gilanya, dalam bayan, ia menghina para masyayikh. Katanya do'a masyayikh enggak manjur. Alasannnya, hidayah belum turun di daerah mereka. Astafirulllah… 


Orang jebolan Madinah ini, selain punya hijab sebagai orang yang Allah kasih banyak harta, juga orang lama kenal dakwah. Sudah sering negeri jauh, karena Allah memang pilih dia dengan keadaan demikian. Sayangnya, mungkin karena tidak mau merapikan sandal jamaah, enggan sikat WC, dan segala aktifitas khidmad, maka jadinya seperti itu. Keras membatu hatinya. 


Jangankan sekelas dia. Orang awam biasa saja, jika bayan, perlu ikuti adab dan sunnah. Adabnya, jangan minta jadi petugas bayan. Karena bisa jadi bukan bayan, tapi curhat, caci maki muslim atau kelompok lain, dan segala keburukan hawa nafsu yang keluar. Petugas bayan, juga jangan Nonton TV, baca koran, buka internet. Agar, jangan sampai ketika bayan, media-media itu terkesan, hingga dalam bayan menjadi ulasan. Penting juga, seperti yang anjuran orang tua kita, agar sebelum bayan, shalat hajat dulu dua rakaat. Baca do'a ilham, mohon pada Allah, agar diberikan pemahaman dan dijaga lisan dari perbuatan keji ketika bayan. Malamnya juga harus tahajud. Dakwah urusan hati. Kalau bayan emosi, pendengarnya malah benci dakwah. Harus dengan hikmah dan nasihat yang santun. Dan yang paling terpenting, setelah bayan. Setelah bayan, harus banyak-banyak istigfar. Juga banyak khidmad, sebagai penawarnya. Kita bayan untuk orang lain. Tapi yang paling penting, telinga kita sendiri lebih dekat dengan bibir yang ucapkan bayan. Jadi, kalau bayan, hakikatnya untuk merubah diri menjadi lebih baik, seperti kata-kata dalam bayan kita. Bukan fokus, memperbaiki orang lain. Makanya lebur dengan khidmad, agar bayan kita sendiri, bisa kita laksanakan.

   
Dalam dakwah selalu ada rintangan. Ingat, saat 40 hari keluar. 10 hari pertama, mulai pecah hati. Kalau tidak beda visi, kurang tawajjuh, akan digoda pecah hati. Apa lagi kalau sama-sama baru kenalan. Mudah-mudahan Allah pilih kita, agar bisa tetap istiqomah dalam dakwah, hingga akhir hayat. Amiieennn… Amieenn.. Ya Rabbal 'Alamiinnn…

Subhanallah wa bihamdihi, Subhanakallahumma wa bihamdika Asyhadu Allaailaaha illa anta, astaghfiruka wa atuubu ilaik      

          



Thursday 26 November 2015

Pentingnya Menjaga Nisab Tiga Hari (II)

Tiga hari adalah waktu yang sebentar. Kalaulah dalam 3 hari ada keperluan yang mengganggu selama kita I’tikaf, maka jangan katakan daftari. Katakan saja, saya niat I’tikaf selama 3 hari penuh, namun ada keperluan dakwah di kantor, warung, gerai, dll. Sebab meluruskan niat sangat penting. Jadi jangan ucap “saya niat I’tikaf 3 hari secara daftari.”

Niat seorang muslim lebih baik dari amalannya. Allah swt benar-benar adil sehingga niat seseorang lebih dicatat secara sempurna. Misalnya ada seorang muslim yang meninggal pada usia 60 tahun, maka setelah amalnya dihisab akhirnya akan ke surga juga untuk selama-lamanya. Begitu juga jika ada orang yang tidak beriman, katakan saja, meninggal pada usia 60 tahun, maka ia akan di neraka selama lamanya. Bagi Allah semuanya adil. Sebab, orang yang beriman tadi niat seumur hidup beriman kepada Allah Swt. Seandainya usianya mencapai 250 tahun, ia akan tetap beriman. Begitu juga dengan yang tidak beriman.


Jadi wajar. Apabila ada orang yang biasa shalat subuh ke masjid, lantas ada kalanya ia ketiduran, maka Allah Swt catat tetap berikan pahala. Ketiduran dianggap Allah Swt  sebagai sedekah saja. Begitu juga orang yang susah payah menghafal Qur’an lantas belum sempat khatam 30 juz ia keburu dipanggil Allah Swt, maka di dalam kubur akan di kirimkan malaikat untuk membantunya menghafal Qur’an, sehingga waktu dibangkitkan akan berada di barisan orang yang hafal Qur’an.. Aaamiieen…


Niat sangat penting. Amalan yang sudah istiqomah dilakukan, lantas ketika mau melakukan lagi ada halangan, insya Allah tetap mendapat pahala. Yang penting manjaga niat, terus niat, dan istiqomah dalam niat dan amal.


Hadirin yang dimuliakan Allah Swt

Dalam waktu yang sebentar ini, nisab 3 hari ada hal-hal yang perlu diperbaiki. Antara lain ;
Niat perbaikan tauhid
Niat perbaikan aqidah
Niat perbaikan mu’amalah
Niat perbaikan mu’asyarah
Niat perbaikan akhlaq

Juga dalam keluar 3 hari perlu perbaikan

4 hal yang perlu diperbanyak..
Dakwah ilallah
Ta’lim wa ta’lum
Dzikir ibadah
Hidmat
     


Saturday 24 October 2015

Berkah Ketaatan pada Hasil Musyawarah

Ketika Abu Bakar ra memimpin, hari pertamanya ia mengumpulkan para sahabat-sahabat Nabi Saw. Abu Bakar ra menanyakan apa yang menjadi rencana dari Rasulullah Saw yang belum terwujud. Beberapa orang kemudian menyebar untuk mencari tahu. Setelah itu mereka memberi laporan-laporan kepada Abu Bakar ra. Ternyata dari sekian banyak laporan, ada perintah kalau Rasulullah Saw sebelumnya sudah menyiapkan pasukan untuk menyerang Romawi di Syam. Panglima yang ditunjuk Rasulullah Saw adalah Usamah bin Zaid ra berdasarkan putusan musyawarah.

Di Madinah, orang-orang banyak yang tidak sepakat kalau Abu Bakar ra melanjutkan rencana itu, dengan memberangkatkan pasukan. Alasannya karena masih berkabung dengan kematian Rasulullah Saw. Sebagian orang juga tidak setuju dengan kepemimpinan Usamah bin Zaid ra, karena masih dianggap belum berpengalaman. Lagi pula dalam rombongan yang telah dibentuk, ada banyak kalangan orang tua dan tokoh-tokoh terkemuka. Mereka khawatir, jika orang-orang ini syahid akan menambah masalah politik yang belum reda. Belum lagi, ada nabi palsu yang muncul, Mushailimah. Selain itu, banyak juga yang berniat murtad (Al-Imran ayat 144).


Namun akhirnya, Abu Bakar ra tetap memilih melanjutkan apa yang telah diputuskan dari musyawarah sebelumnya. Mereka akhirnya mau menerima. Namun begitu, Umar bin Khattab ra menolak, jika pasukan tetap dipimpin oleh Usamah. Alasannya pasti kocar-kacir, walau jumlah pasukan tergolong besar. Kali ini Abu Bakar ra tetap pada pendiriannya. “Apakah kamu akan memecat, orang yang sudah diangkat oleh rasul?” tanya Abu Bakar ra pada Umar ra. Umar ra akhirnya terdiam.


Berkah dari kepatuhan Abu Bakar ra pada hasil musyawarah, sangat nyata. Pasukan Islam yang dipimpin Usamah bin Zaid ra, akhirnya menang. Bahkan, orang-orang murtad yang ingin memberontak ke Madinah, akhirnya mundur. Karena mereka mengira Madinah sudah aman. Dengan asumsi, jika pasukan yang diberangkatkan ke Madinah saja dengan kekuatan besar, maka pertahanan di Madinah pasti lebih kokoh.


Sebenarnya kepemimpinan Usamah bi Zaid sudah menjadi polemik pada zaman Rasulullah Saw. Mereka merasa tidak puas dengan keputusan Rasul dari hasil musyawarah, kalau Usamah ra itu bukan orang yang tepat. Rasulullah Saw waktu itu tetap dengan pendiriannya pada hasil putusan musyawarah, dengan mengatakan,”kalian meremehkan Usamah seperti kalian meremehkan ayahnya (Zaid) dulu.” 


Jadi, apa pun kenyataannya, walaupun tidak sesuai dengan logika, penuh banyak kesulitan-kesulitan, hasil putusan musyawarah harus ditaati. Jangan buat musyawarah baru, dari musyawarah sebelumnya. Karena ada keberkahan pada ketaatan.


Ketika misalnya dalam putusan musyawarah ditunjuk sebagai petugas mutakallim misalnya, seorang yang nampak lemah, bodoh, orang lemah amal, dan lemah ilmu. Namun, putusan amir yang nampak bertentangan itu, jika dilandasi dengan ‘tata tertib’ musyawarah sesuai dengan adab-adab musyawarah, maka perlu dan wajib ditaati. Musyawarah didahulukan dengan membaca do’a ilham, lalu peserta musyawarah harus banyak-banyak bershalawat. Juga musyawarah yang dikedepankan kepentingan untuk umat. Singkirkan kepentingan pribadi.     


Subhanallah wa bihamdihi, Subhanakallahumma wa bihamdika Asyhadu Allaailaaha illa anta, astaghfiruka wa atuubu ilaik     


Tuesday 6 October 2015

Kalau rajin pergi ke majlis ta’lim, ketemu guru, belajar ilmu agama, kebiasaan ini sangat bagus. Dalam sebuah hadis yang mafhumnya, orang yang menempuh jalan untuk ilmu akan dimudahkan jalannya menuju surga. Bahkan para malaikat akan merengkuhkan sayapnya bagi para pencari ilmu (karena dihormati). Dengan mendatangi para guru, ahli ilmu, maka ilmu yang akan didapatkan mendatangkan keberkahan. Pahalanya berlipat karena ada unsur silaturahmi juga.

Namun begitu, jika hanya bolak-balik majlis ta’lim saja, sementara di rumah sendiri tidak dibuat ta’lim untuk penghuni rumah menjadi kurang lengkap. Ibaratnya dengan bolak-balik pengajian hanya membawa agama sampai depan pintu rumah saja. Dengan membuat ta’lim rumah agama menjadi hadir di dalam rumah. Kepala rumah tangga bukan hanya wajib tunaikan soal nafkah lahir, nafkah batin berupa pendidikan agama juga perlu diwujudkan (Qs. At-Tahrim : 6). Tujuan utamanya, agar bergairah dalam mengamalkan agama dengan sempurna 24 jam. Rumah orang Islam yang hidup ta’limnya tidak akan seperti bioskop, restoran, apalagi mirip warnet.  


Seperti yang kita ketahui, keutamaan ta’lim akan mendatangkan sakinah, dan dikerumuni malaikat (HR. Muslim dan Abu Daud dari Abu Hurairah). Jika malaikat sering kunjung ke rumah yang ada ta’limnya maka sifat-sifat malaikat yang taat pada Allah Swt, akan menular kepada para penghuni rumah. Akibatnya untuk menjalankan sunnah-sunnah (terlebih yang wajib), juga akan menjadi lebih mudah. Anak-anak menjadi rajin shalat berjamaah, sehingga keluarga sakinah dan keberkahan hidup berumahtangga semakin berlimpah.



Abu Hurairah dan Abu Said Radiallahuanhuma, keduanya menyaksikan Rasulallah Saw bersabda, tidak lah sekelompok orang yang duduk berdzikir kepada Allah, kecuali malaikat akan mengerumuninya dan dinaungi rahmat, dan diturunkan sakinah, dan Allah akan menyebut nama-nama (dari kelompok itu) di hadapan majlis para malaikat. (HR. Ibu Abi Syaibah, Ahmad, Muslim, Tirmidzi, Ibnu Majah, dan Baihaqi). 
Dalam redaksi Hadis yang lain,
Dari Abu Hurairah ra, Rasullallah Saw bersabda,"tidak berkumpul suatu kaum dalam suatu rumah dari rumah-rumah Allah, mereka membaca kitab Allah dan saling mengajarkan sesama mereka, kecuali diturunkan kepada mereka sakinah, rahmat menyirami mereka, para malaikat akan mengerumuni mereka, dan Allah akan menyebut nama-nama mereka di sisi-Nya (majelis para malaikat)." (HR. Muslim dan Abu Daud). 

Cara membuat ta’lim rumah :



  • Sampaikan kalam dakwah beberapa menit sebelum dimulai.
Allah Maha Pencipta, Maha Merajai, Maha Pemberi Rezeki.
Allah Maha Mendengar, Maha Melihat, Allah Maha Mengetahui.
  • Waktunya saat semua keluarga dapat berkumpul.
  • Lamanya 30 menit-1,5 Jam. Awali minimal 10 menit dahulu, yang penting dapat istiqomah. Terutama waktu ta’lim juga perlu istiqomah setiap hari.
  • Yang duduk dalam ta’lim adalah muhrim hakiki.
  • Wujudkan fadhilah; shalat, dzikir, Qur’an, tabligh, sedekah, ramadhan, hikayatussahabah. (utamakan fadhilah shalat dan hikayatussahabah). Kitab riyadussalihin juga bisa dibuat untuk ta’lim rumah. Terjemahan kitab ini juga boleh.
  • Sesekali bacakan adab-adab ta’lim. Jika tidak bisa tertib, ingatkanlah secara bijak. Jika tidak bisa, biarkan saja. Tetap adakan semampunya.
  • Setelah membaca fadhilah Qur’an, utamakan langsung membuka Qur’an untuk dibaca secara bersama-sama. 1-2 ayat tidak mengapa, yang terpenting bisa istiqomah.    
Insya Allah niat amal dan sampaikan pada yang lain..

Wallahu a’lam

 
Sumber : http://badru-zaman.blogspot.com


Tuesday 16 June 2015

Umat Nabi, Umat Dakwah

Ketika masa jahiliah, peradaban bangsa lain sudah ada. India, China, Yunani, semuanya dikenal memiliki sejarah bangsa-bangsa kuno. Namun, dari kesemuanya itu, Romawi dan Persia yang masih menjadi adidaya. Persia terkenal dengan tentara bergajahnya. Romawi dengan kekuatan militer tempur yang tidak kalah mumpuni. Lalu, mengapa Islam harus melirik ke Arab? Bangsa yang hidup di tengah tanah yang tandus, dengan Mekkah sebagai tempat suci yang lebih dari 300 berhala terbuat dari kayu dan bebatuan.  Jawabannya karena potensi. 

Makkah sangat potensial untuk membangun peradaban manusia yang taat pada Allah Swt. Sebelumnya, Ibrahim as sudah bersusah payah membangun wilayah itu. Ia bahkan meninggalkan Ismail as ke negeri jauh, demi dakwah, bukan demi nafkah. Dan setelah belasan tahun, Nabi Ibrahim as kembali ke Makkah. Bertemu dengan anaknya, Ismail as yang sudah remaja. Ibrahim as juga pernah berdo’a agar keturunannya juga dijadikan pemimpin. Tentu kepemimpinan di sini terkait dengan agama. Sehingga wajar, para mufassir mengatakan 11 keturunan Nabi Ibrahim as dijadikan para nabi. Nabi Muhammad Saw anak cucu Nabi Ibrahim as dari jalur Nabi Ismail as. Allah Swt yang Maha Mengetahui, mengapa harus Nabi Muhammad Saw diturunkan di Makkah. Namun, Makkah sudah punya potensi besar karena pengorbanan para nabi sebelumnya. Bukan tempat baru dan asing.


Nabi Muhammad Saw, nabi pilihan. Nabi terakhir yang dimuliakan dengan diberikan keistimewaan. Salah satunya, dengan menjadikan umat Nabi Saw sebagai umat dakwah. Umat terdahulu, puncak ketaatan diraih dengan cara rahbaniyyah. Mengasingkan diri hanya untuk beribadah. Sehingga wajar, ada banyak kisah kesalehan umat terdahulu yang beribadah hingga ratusan tahun. Sujud berhari-hari, berzikir berbulan-bulan. Sementara umat Muhammad Saw, diberikan umur yang pendek. Diberikan keistimewaan dengan punya kesempatan yang sama dengan Nabi Saw, yakni berdakwah. Sebab, jika bersaing dengan lama dan banyaknya beribadah (rahbaniyyah), rasanya sangat tidak adil. Postur badan umat terdahulu juga lebih kekar. Arkeolog menyebut “raksaksa” untuk bahasa yang sederhana panggilan umat terdahulu. Dengan begitu, jika masih ada umat ini yang berfikir rahbaniyyah adalah cara memperbaiki diri guna mendekatkan diri pada Allah Swt, berarti masih mewarisi pola pikir lama dari umat sebelum Muhammad Saw. 


Model Dakwah


Sebagai umat Muhammad Saw, yang berhak atas warisan dakwah, ada banyak rupa model dakwah yang dijalankan. Ada yang langsung mengikuti cara para nabi, dan ada yang membuat modifikasi sesuai dengan kebutuhan zaman. Model modifikasi misalnya, selalu memanfaatkan situasi dan keadaan lingkungan. Sunan Kalijaga yang memanfaatkan tabuhan, lirik-lirik, puisi, dan bentuk kesenangan masyarakat lainnya untuk meleburkan dakwah agar mudah diterima. Barangkali pemikiran ini, dakwah harus berbaur dengan peradaban masyarakat. Saat ini juga banyak media cetak, elektronik, maupun internet yang digunakan untuk berdakwah. Tujuannya sama, untuk mengingatkan manusia kepada agama. Mengajak kembali pada Allah Swt. 


Sementara itu, cara lama yang digunakan para nabi dan diteruskan para sahabat Nabi Saw, dengan langsung mendatangi umat. Menyampaikan pentingnya iman dan amal soleh melalui komunikasi verbal. Berkeliling dari rumah ke rumah, pintu ke pintu, dan halayak ramai demi tersiarnya agama. Cara dakwah seperti ini lebih mengena. Sebab obyek dakwah langsung merasakan manfaat dari dakwah (lebih humanis). Selain itu, subyek dakwah juga merasakan manfaat yang sama, yakni niat untuk islah diri (memperbaiki diri). Logika sederhananya, muazin yang mengumandangkan azan secara langsung, akan mempertebal imannya sendiri untuk shalat berjamaah. Pastilah muazin akan ikut sholat berjamaah, karena dia yang memanggil orang-orang untuk azan. Sangat ironi jika muazin setelah ber-azan di masjid lalu ia sendiri malah pulang untuk shalat di rumah. 


Dakwah dengan model lama, jika diterapkan dalam konteks kekinian, bukan tanpa masalah. Masalah yang bermunculan manakala yang ikut ambil bagian dari kerja ini, dilakukan oleh khalayak umum. Bukan hanya kalangan para ulama saja, orang awam pun turut serta dalam dakwah. Wajar. Jika dakwah hanya dipahami sebagai sekedar “penyampaian,” orang yang “menyampaikan” harus mumpuni dalam segala hal. Dari keilmuan dan kesalehan harus “sempurna.” Dirinya dahulu, baru orang lain lain diperbaiki. Pastinya yang paling pantas bukan lagi para ulama, tapi hanya para nabi. Namun, karena nabi sudah tidak diutus lagi, khalayak umum perlu turut ambil bagian dalam kerja dakwah. Tujuannya bukan sekedar penyampaian, tapi islah diri. Meskipun ada beberapa pemahaman, kalau nantinya Nabi Isa as dan Imam Mahdi akan diturunkan menjelang akhir zaman. Risalah kenabian sudah ditutup Nabi Muhammad Saw. Kedatangan mereka berdua hanya untuk membunuh Dajjal. Bukan membuat risalah yang baru dan kitab suci yang baru.  


Pewaris Dakwah


Banyak nada-nada sinis yang dilontarkan pada para da’i yang datang dari orang awam dengan model lama, mengikuti sunnah Nabi Saw dan para sahabatnya. Seakan mereka tersesat, menyesatkan dan membuat ajaran baru. Padahal, dahulu sikap yang sama juga dirasakan pada Nabi Isa as (sebagai tukang kayu), pada Nabi Muhammad Saw (penggembala domba). Mereka berdua seakan berkasta rendah, yang tidak pernah layak untuk menyampaikan ajaran dari Allah Swt. Kalau dahulu, yang menentang dakwah kebanyakan dari kaum musyrikin dan orang-orang kafir, saat ini justru yang mementang dakwah kebanyakan dari kalangan umat Islam sendiri. Motifnya beragam. Ada yang merasa dakwahnya tersaingi, terancam “ladang nafkahnya,” popularitasnya terjungkal, dsb. Lebih-lebih justru kebanyakan dari mereka kalangan ahli ilmu, ahli agama.


Para ahli ilmu banyak menilai kalau zaman ini telah banyak kerusakan yang diderita umat Islam. Mereka juga ingin memperbaiki keadaan. Tapi, cara yang mereka tempuh harus dengan modelnya. Harus menjadi ahli ilmu terlebih dahulu, barulah terjun ke medan dakwah. Bukan tanpa hasil, jika cara ini dilakukan. Sayangnya, jika harus menjadi ahli ilmu terlebih dahulu justru banyak yang enggan berdakwah. Lagi pula, saat ini kerusakan umat juga sudah merambah pada ahli ilmu. Segala bentuk kemaksiatan dan kejahatan, justru dilakukan lebih parah oleh orang yang di-klaim sebagai ahli ilmu. Apalagi dakwah adalah warisan kepada siapa pun yang merasa umat Nabi Muhammad Saw. Seyogyanya ahli ilmu, ahli agama menjadi barisan terdepan dalam dakwah. Terutama dengan dakwah cara lama, cara yang ditempuh nabi-nabi. Atau minimal, berbesar hati kepada cara orang lain berdakwah. Membantu memberikan arahan-arahan bagaimana seharusnya menutupi kekurangan dakwah yang sudah dijalankan. 


Jika mau dikaji lebih lanjut, para ahli ilmu yang menentang pewaris dakwah dengan mengajukan syarat ilmu sebagai pendakwah seperti model masa lalu, yang umatnya selalu mengajukan syarat mu’jizat jika ada nabi yang baru dikenal. Jadi, ini hanya alasan klasik saja. Bahkan, jika orang yang berdakwah orang alim sejajar dengan mufti besar, mengikuti sunnah, menggunakan cara lama kenabian, banyak juga ahli ilmu yang tetap lari dan menentang. Seakan bicara dakwah hanya bicara yang pantas dilakukan nabi, bukan lagi orang biasa. Bukankah seharusnya lihat dan dengar apa yang disampaikan, bukan siapa yang berbicara.    


The Real of Dakwah


Nabi Saw sejak dahulu enggan mengkonsumsi makanan-minuman dari hasil sedekah. Hal ini karena menjaga kalau diri dan keluarganya diharamkan mengkonsumsi dari pemberian orang meskipun sudah jelas barang yang halal, agar tidak terdistorsi kalau Nabi Saw menjadi nabi yang “pengemis.” Hingga dakwah Nabi  Saw juga tidak tergerus dengan sedekah (imbalan keduniaan). 


Sedangkan umatnya diperbolehkan. Meskipun dalam berdakwah boleh menerima pemberian (sedekah), namun, jika mau jujur mengikuti model dakwah para nabi dan orang soleh terdahulu, idealnya menolak imbalan apa pun. Risalah langit harus disampaikan dengan penuh keikhlasan tanpa mengharap upah apa pun, kecuali ganjaran dari Allah Swt. Kita bisa melihat kisah ini dalam Surat Yasiin dari ayat 13-29. Terutama ayat ke-21, “. Ikutilah orang yang tiada minta balasan kepadamu; dan mereka adalah orang-orang yang mendapat petunjuk.” Maksud dari kata “orang” di sini, adalah para utusan, para da’i. Mereka jelas tidak menghendaki upah apa pun, dan hanya sekedar menyampaikan ajaran (ayat ke-17). Dari itu, orang-orang yang menjaga keikhlasan dakwah pasti menolak segala bentuk pemberian dari orang. Hati kecilnya merasa tergadai jika ada bantuan berupa materi yang datang, karena melihat khazanah Allah Swt yang lebih besar dari sekedar apa yang diperoleh selama di dunia. Dakwah bukan sarana memperkaya diri, hanya sarana untuk perbaikan diri. 


Perbaikan Diri


Sudah disinggung sebelumnya, niat berdakwah adalah niat untuk perbaikan diri. Perbaikan yang bukan seperti para rahib yang mengurung diri pada tempat jauh dari keramaian, hanya beribadah pada Allah Swt. Perbaikan yang dimaksud bertujuan memperkokoh iman, dengan menyampaikan risalah kenabian, kenalkan kalam dakwah (Allah Maha Pencipta, Maha Merajai, dan Maha Pemberi Rezeki) pada semua orang. Jadi bukan mencari simpatisan, membuat group yang bernuansa politis untuk mencapai maksud tertentu dalam pemerintahan. Dakwah dengan syariat orang lain sebagai media, sementara hakikatnya adalah diri sendiri yang didakwahi. Sehingga semakin banyak berdakwah, semakin jauh perjalanan dakwah, buahnya semakin banyak perbaikan diri yang diperoleh. Tidak terlalu peduli dengan hasil yang dicapai, banyaknya pengikut, atau besarnya pengaruh dalam masyarakat. Karena nabi-nabi terdahulu juga berprinsip yang sama. Hanya menyampaikan risalah, yang hidayah hanya ada dalam genggaman Allah Swt. 


Cara pandang dakwah nabi, adalah cara pandang potensi. Dalam diri seseorang ada potensi untuk taat pada Allah dan potensi sebaliknya. Jikalau hanya melirik segala keburukan manusia, dakwah seakan sudah tertutup. Karena hampir semua orang ditemui dengan banyak dosa dan kesalahan. Sama seperti melihat tanah Arab sebagai tempat turunnya Nabi Saw, yang saat itu melihat kondisi masyarakat sudah sangat bobrok dengan praktek jahiliyyah.


Dakwah adalah usaha akhirat, bukan usaha dunia. Dengan bersungguh-sungguh berdakwah, sudah barang tentu Allah Swt akan penuhi janji-Nya. “Dan orang-orang yang berjihad untuk (mencari keridhaan) Kami, benar- benar akan Kami tunjukkan kepada mereka jalan-jalan Kami. Dan sesungguhnya Allah benar-benar beserta orang-orang yang berbuat baik. (Qs. Al-Ankabut : 69). Perbaikan diri hanya akan didapat dengan cara berdakwah yang diniatkan hanya untuk kehidupan akhirat. Dakwah yang benar-benar diperuntukkan dengan niat islah diri, bukan sekedar menceramahi orang lain lalu meninggalkannya tanpa peduli pada diri sendiri. Dakwah yang mengorbankan diri, harta, dan waktu untuk tegaknya Islam yang sudah mulai layu. 


Penutup


Wahai saudaraku seiman… Kematian Nabi Muhammad Saw adalah sunnatullah. Dan mustahil beliau selalu ada di sisi kita selama ratusan tahun. Ambillah bagian dalam usaha dakwah ini. Siapa pun dan apa pun profesi dirimu, jika merasa umat Nabi Saw, engkau berhak untuk berdakwah. Karena dakwah adalah warisan para nabi. Tidak peduli seberapa banyak ilmu yang sudah engkau raih, dakwah untuk menyelamatkan diri dan keluarga dari azab Allah Swt yang pedih.  


Seandainya kita harus mengorbankan waktu sebentar untuk menuntut ilmu agama, maka tetap ada kewajiban kita setelah kembali untuk ambil porsi dakwah. Karena tujuan menuntut ilmu untuk mengingatkan orang sekeliling kita, terutama menjaga diri kita sendiri. Renungilah kembali, untuk apa menempuh ilmu agama, jika bukan untuk berdakwah. 


Allah Swt  berfirman :


“Tidak sepatutnya bagi mukminin itu pergi semuanya (ke medan perang). Mengapa tidak pergi dari tiap-tiap golongan di antara mereka beberapa orang untuk memperdalam pengetahuan mereka tentang agama dan untuk memberi peringatan kepada kaumnya apabila mereka telah kembali kepadanya, supaya mereka itu dapat menjaga dirinya.” (Qs. At-Taubah : 122). 


Subhanallah wa bihamdihi, Subhanakallahumma wa bihamdika Asyhadu Allaailaaha illa anta, astaghfiruka wa atuubu ilaik    


             




Monday 15 June 2015

Perbedaan di antara Sahabat Nabi Saw (II)

Sudah seharusnya dipahami, kedudukan para Nabi pastilah lebih mulia  dari pada kebanyakan manusia. Nabi Nuh as yang terkenal kisah dakwahnya, namun ditentang oleh anaknya sendiri, bukan menunjukkan kegagalan dakwah di mata Allah Swt. Sebab soal hidayah, hanya Allah Swt yang berikan. Lagi pula Nabi Nuh as, termasuk ulul azmi. Bahkan, kita sebagai umat nabi Muhammad Saw diperintahkan sabar dalam dakwah seperti mereka (Qs. Al-Ahqaaf : 35). Hebatnya Nabi Nuh as, hingga kisah-kisahnya diabadikan dalam Qur’an surat Nuh, surat ke-71. Jadi, mohon jangan pernah terlintas kalau Nabi Nuh as nabi yang rendah derajatnya karena ada aibnya.  

Kisah Nabi Musa as yang belajar dengan Nabi Khidhr as, yang kisahnya ada dalam Surat al-Kahfi 60-82. Bukan karena Nabi Musa as posisinya sebagai murid lebih rendah dari gurunya. Bukankah Nabi Saw juga belajar dari Jibril as? Nabi Musa termasuk ulul Azmi dengan banyak kelebihan, yang salah kisah dakwahnya yang terkenal yakni kepada Fir’aun laknatullah. Ayah angkatnya sendiri yang angkuh. 

Begitu pula dengan sahabat-sahabat Nabi Saw yang pada masa permulaan Islam. Kedudukan para muhajirin dan ansar di sisi Allah Swt  sebagai orang yang mendapat kemenangan besar. Allah Meridhoi mereka (Qs. At-Taubah:100). Walaupun kedudukan mereka tidak mungkin sederajat dengan para Nabi, namun tidak mungkin derajat mereka sejajar dengan tabiin. 

Kisah Uwais al-Qorni rah atau Uwais bin Aasim rah, dengan tidak bermaksud merendahkan, sudah sangat terkenal karena baktinya pada ibunya (Hr. Muslim). Rasulallah Saw memang pernah meminta agar Umar ra, agar ia minta didoakan jika bertemu Uwais rah. Umar ra, meski sudah menjadi khalifah dengan segala kebesaran pangkatnya, mau mencari-cari Uwais rah yang hanya rakyat jelata, hanya karena teringat dengan pesan Rasulallah Saw. Rasul Saw perintahkan temui, dan Umar ra lakukan saja. Di mata manusia derajat Umar ra pasti lebih mulia, karena ia seorang sahabat Nabi Saw sedang Uwais rah hanya orang yang sholeh dalam pandangan Rasul Saw (tabiin). Derajat sosial saat itu Umar ra seorang khalifah dan Uwais ra hanya rakyat saja. Lalu di mata Allah Swt soal derajat kemuliaan keduanya? Wallahu a’lam. Tapi cobalah renungkan Umar bin Khattab ra bidadarinya yang berkulit hitam manis, bermata jelita, dan pemalu, sudah terlihat walau Umar ra masih hidup. Tidak kalah hebat dengan Bilal bin Rabbah yang terumpahnya sudah terdengar di surga. Tanpa bermaksud merendahkan orang yang berbakti pada orang tua, seperti Uwais rah, orang yang berjuang untuk tegaknya agama pasti lebih tinggi. Apalagi posisi mereka para sahabat Nabi Saw, seperti Abu Bakar ra, Aisyah rha, dan lain-lain. 

Apa yang terbayang saat mendengar nama ‘Alqamah ra.’ Seorang sahabat Nabi yang durhaka pada ibundanya dan sukar mengalami sakaratul maut? Alqamah ra, dengan segala kekurangannya masih dapat mengucap syahadat menjelang wafat. Sedangkan hari ini, banyak yang taat pada ibu-bapak, banyak yang tidak mampu ucapkan dua kalimat syahadat saat ajal mendekat. 
Pandangan miring terhadap sahabat Alqamah ra. semacam ini perlu segera diluruskan. Sebab, pandangan ini telah beredar luas dan berlaku secara umum yang bermuara pada suatu kesimpulan bahwa Alqamah ra. adalah seorang anak yang durhaka. Apalagi, saat ini seolah-olah hanya kisah Alqamah ra. yang digunakan untuk mengambil hikmah kisah kedurhakaan seorang anak terhadap ibunya. Terhadap permasalahan ini, sesungguhnya Rasulullah telah mengingatkan kita dan bersabda yang mahfumnya, “Jika kalian mendengar keburukan-keburukan sahabatku dibicarakan, maka berdiam dirilah kamu.”

Kedurhakaan kepada ibunya itu sebetulnya memberikan pelajaran kepada kita, bahwa sesungguhnya seorang sahabat pun bisa juga melakukan kesalahan. Sebab, mereka memang bukan orang-orang yang ma’sum sebagaimana Nabi Saw. Dengan demikian, kita mestinya berhati-hati dalam mengisahkan kehidupan Alqamah ra. Apalagi banyak para pakar hadis yang menyatakan kalau kisah alqamah ra dan kisah Tsa’labah memiliki sanad yang lemah. Tsa’labah bin Haathib adalah ahli Badar. Siapa pun tahu posisi para sahabat Nabi Saw yang pernah ikut perang Badar.

Dengan demikian, jika ada perbedaan di antara para sahabat Nabi Saw. Baik karena unsur politik pada masa lalu, atau karena kealfaan diri karena sebagai manusia, jangan pernah terbesit untuk menghina mereka. Sikap mengoreksi amal dengan bermaksud merendahkan, akan menyerek ke arah penghinaan para sahabat. Tradisi menghina sahabat, sama persis dengan tradisi umat sebelumnya, yang dimurkai Allah Swt  karena menghina para Nabinya. Bahkan mereka tidak segan-segan berusaha membunuh para Nabi. 
Harus diakui, para sahabat Nabi Saw, dahulunya jahiliyah. Banyak juga yang menjadi penyembah berhala dan punya kebiasaan buruk lainnya. Misalnya kebiasaan mereka berdagang/berniaga, hingga waktu khotib Jum’at sedang berkhotbah mereka sibuk dengan transaksi. Kekeliruan ini, akhirnya ditegur yang kisahnya ada dalam surat al-Jumuah. Namun, karena banyak para sahabat Nabi Saw yang mantan preman, lalu benar-benar bertaubat, sehingga mereka mujahadah dalam memperbaiki diri sendiri, Allah Swt angkat derajat mereka. Sehingga wajar Rasul Saw bersabda, “Sebaik-baik manusia adalah generasiku (para sahabat) kemudian generasi berikutnya (tabi’in) kemudian generasi berikutnya (tabiu’t tabi’in)” (Hr. Bukhari & Muslim)

Subhanallah wa bihamdihi, Subhanakallahumma wa bihamdika Asyhadu Allaailaaha illa anta, astaghfiruka wa atuubu ilaik   



Wednesday 3 June 2015

Pentingnya Menjaga Nisab 3 Hari

Nisab. Nisab adalah ukuran, limit, atau batas. Nisab ini hasil dari renungan para masayikh yang sudah sangat mujahadah soal dakwah. Mereka menyarankan untuk tahap “latihan” dengan 3 hari atau 72 jam, karena dengan istiqomah menjaga nisab, akan “memancing” pada tahap berikutnya. Kalau sudah terbiasa, sudah istiqomah, maka disarankan untuk 10 hari tiap bulan. Bukan hanya 3 hari saja. Sayangnya, jika ada yang memaksa 10 hari, khawatir belum bisa istiqomah. Bukankah 2 rakaat shalat tahajud yang dilakukan secara istiqomah tiap malam, lebih baik daripada 20 rakaat tahajud namun tidak setiap malam? Jadi maksud 3 hari, adalah agar bisa istiqomah.

Orang tua kita, almarhum Kiayi Khuzairon, dalam salah satu bayannya, dakwah itu dilakukan secara bertahap. Mula-mula latihan 2,5 jam setiap hari. Lalu berkembang 3 hari tiap bulan, 40 hari tiap tahun, dan seterusnya. Intinya tetap sama. Agar bisa diistiqomahkan dalam dakwah. Latihan bertahap.


Dengan tunaikan nisab 3 hari, ini akan menjaga amalan selama satu bulan (kurang lebih 30 hari). Sebab, amalan seorang Muslim, jika ditunaikan akan berlipat ganda 10 kali. Shalat 5 waktu misalnya, yang berpahala 50 waktu. Tentu saja, jika benar tertib 3 hari penuh atau 72 jam, akan menjaga iman sekurang-kurangnya sebulan. Dari itu, jika nisab terlewat, banyak do’a, agar iman kita bisa terjaga.


Nisab 3 hari diibaratnya seperti tanaman yang rutin disiram. Terawat. Memang, ada level-level tertentu yang walaupun kelewat nisab, akan tetap bertahan. Ibaratnya, orang-orang ini termasuk khawas. Prilakunya seperti kaktus. Walau kena air jarang, namun tahan banting. Tapi kebanyakan orang, bukan kalangan ulama. Jadi para masayikh putuskan agar tetap tertib nisab 3 hari bagi siapa pun.  


Harus diakui, banyak juga para ahbab yang nisab 3 hari namun kurang dari 72 sudah bayan wabsy. Memang, dalam usaha dakwah ini tidak perlu dipaksakan. Namun, dengan mengikuti tertib akan ada perubahan sikap. Ini yang perlu. Banyak ahbab yang sudah belasan tahun ikut usaha dakwah, belum menunjukkan perubahan yang lebih baik, mungkin karena kurang tertib-kurang mujahadah. Orang tua kita katakan, dengan 72 jam penuh, Insyaallah nisab bulanan untuk umat. Namun, kalau kurang dari 72 hanya untuk diri sendiri saja. 

Kalau dicermati, dalam nisab tiga hari banyak ahbab dari kalangan tenaga pengajar yang daftari. Sebaiknya kebiasaan ini dihentikan. Barangkali ia berfikir, kalau guru keluar 3 hari penuh, nanti murid-murid menjadi terlantar. Akhirnya mereka belajar jadi tidak faham pelajaran. Apakah guru yang memberi paham, atau Allah Swt yang berikan kepahaman? Seandainya guru itu tetap nongkrong, jagain murid-muridnya, membiarkan nisab 3 hari berlalu, apakah dijamin murid-murid akan paham pelajaran? akan pintar?

Jadi jangan ragu-ragu saat mau tunaikan nisab 3 hari. Setiap mau nisab, sebelum berangkat pasti ada banyak masalah. Padahal, kalau sudah berangkat, masalah itu sebenarnya sepele saja. Namanya juga ujian dan tantangan dakwah. Insyaallah siap semua berangkat nisab 3 hari minggu ini..!!! siapa siap? Insyaallah.

Subhanallah wa bihamdihi, Subhanakallahumma wa bihamdika Asyhadu Allaailaaha illa anta, astaghfiruka wa atuubu ilaik