... DAKWAH > untuk Kemajuan diri dan Ummat I Qur'an > jantungnya Surat Yaasin I Masjid > jantungnya masyarakat Islam I Shalat berjamaah > jantungnya masjid I Silaturahmi > jantungnya umat Islam I Dakwah > jantungnya agama I Pengorbanan > jantungnya dakwah I Musyawarah > jantungnya pengorbanan I Sami'na wa atha'na > jantungnya musyawarah I Dakwah > maksud hidup I Hidup > dakwah I Dakwah > sampai mati I Mati > dalam dakwah I La ilaaha illallah muhammadur rasulallah ....

Friday 3 April 2015

Kesuksesan di antara Dua Cinta

Seorang Chairul tanjung, SBY, Jokowi, Abraham samad, dan beberapa orang sukses lainnya, punya satu kesamaan. Mereka punya istri dan ibu yang ‘akur,’ dengan satu visi misi yang sama. Istri ingin ‘membesarkan’ suami, sedangkan ibunya ingin ‘membesarkan’ anak. Orang-orang besar ini mampu menyatukan kepentingan istri tanpa meninggalkan baktinya pada ibu. Berbakti pada ibu, tapi tetap menghargai arti pentingnya istri. Padahal, jarang banget istri dan ibu mertua bisa sama-sama satu langkah.

Ketika Abraham samad dituding melakukan selingkuh, dengan berbekal sebuah photo, istri Abraham malah tidak percaya. Begitu pula, ketika ada yang manas-manasin pada ibunda Abraham. Ibunya malah lebih tidak percaya kalau anaknya se-bejat itu. Rupanya lagi-lagi benarlah ungkapan kalau dibalik laki-laki hebat, selalu ada perempuan-perempuan tangguh. Perempuan yang sholihah, ikhlas dalam beramal.

Begitu pula amal dakwah yang sedang aku evaluasi sekarang. Setidaknya sejak tahun 1999, aku pertama kali keluar 3 hari. Saat itu usiaku kira-kira baru 17 tahun.  Waktu itu, ibunda sangat khawatir jika aku main ke markaz untuk I’tikaf. Katanya khawatir ikut aliran sesat. Tapi beliau tidak khawatir jika jalan-jalan ke luar kota. Akhirnya aku bersama 2 orang temanku ke Bandung. Untuk keluar 3 hari.

Setelah pulang 3 hari langsung ngejos. Memang, pada hari kedua saja aku sudah pakai baju gamis full juga pakai imamah di kepala. Mirip banget kayak waliyullah. Ini karena aku sudah ngaji kalong (mondok) sejak kelas 3 SD. Kadangkala ibunda sangat senang melihatku dengan tampilan seperti itu. Namun kadang ia juga sedikit bingung. Apalagi kalau shalat sunnah rajin banget. Saking rajinnya lupa kalau sehabis ashar ga boleh sholat sunnah.

Rupanya amal maqomi yang bisa kujalankan hanya taklim rumah. Jaulah umumi belum bisa karena masih sendirian. Lalu keluar nisab 3 hari juga harus menunggu liburan sekolah. Lagi-lagi kalau ingin keluar 3 hari harus ke kota lain, dengan alasan jalan-jalan pada ibunda. Jalan-jalan untuk memperbaiki diri. Yup, akhirnya aku bisa keluar 3 hari lagi, tapi kali ini di Bogor (belakang IPB). Inilah dakwah. Jika ibunda belum faham betul soal usaha perbaikan diri ini, maka untuk keluar 3 hari saja harus keluar air mata banyak-banyak. Mengemis pada Allah Swt. 

Memang, ada sebuah hadis yang aku hafal betul dari Abdullah bin Mas’ud, bahwa Rasulallah Saw bersabda dalam mafhumnya, kalau amalan yang paling disukai Allah Swt, yakni shalat tepat pada waktunya, berbakti pada orang tua, lalu jihad fi sabilillah. Ketika guru kami menerangkan hadis ini, bahwa ketaaatan soal amalan ini berbentuk tartib. Artinya derajat yang paling tinggi yakni sholat di awal waktu, lalu derajat berbakti pada orang menempati yang kedua. Jihad menjadi derajat terendah dari semua itu. Singkatnya jika aku ingin keluar 3 hari, tidak boleh dilakukan jika ibunda melarang.

Tidak putus di situ, akhirnya taklim rumah tetap kujalankan. Hari demi hari, bulan demi bulan, hingga beberapa tahun, akhirnya ada perubahan. Ibunda merasa apa yang kuyakini bukan masalah sama sekali. Beberapa belas tahun kemudian, aku diperbolehkan untuk tetap nisab 3 hari seperti tahun-tahun ini. Namun begitu, aku harus minta ijin sama amir, untuk pulang 1-2 jam hanya sekedar hidmat di rumah. Bantu-bantu bersihkan rumah semampuku. Lalu kembali lagi. Karena tampaknya jika 1 hari saja tidak terlihat di rumah, bunda cemas. Sayap pertamaku pada bunda, bisa menopang dakwah berjalan. But, hingga sekarang aku belum dapat hingga lebih jauh lagi, lebih lama lagi.

Lalu sayap kedua. Istri. Sayap ini berada jauh di sana. Hampir beberapa tahun, ia tidak di rumah besertaku. Ia juga tidak pernah hadir dalam taklim rumah pagi hari sebelum berangkat ke kantor. Aku merasa dukungan dari sayap kedua hampir tidak ada. Ada suatu alasan mengapa ia mau di sini lagi. Akhirnya kutawarkan agar ada perempuan lain yang bisa tinggal serumah menjadi saudarinya. Aku akan berusaha bersikap adil dalam pembagian nafkah. Adil bukan berarti sama rata. Aku hanya menuntut agar calonku minimal hafal dua juz Qur’an. Tidak muluk-muluk soal rupa dan usia. Lebih bahagia lagi, kalau ia juga sudah pernah keluar masturah. Namun, ia belum mencarikan istri untuk suaminya dengan model kayak gini.

Semua itu kulakukan agar dua sayap mampu bisa mengantarkanku terbang lebih jauh. Seperti orang-orang sukses yang awal tulisan ini kusebutkan. Sukses dengan dukungan di antara dua cinta. Bacalah suratku jika itu dirimu.

Cintai aku karena Allah saja..

Wallahu a’lam bi ash-shawab.


No comments:

Post a Comment

Komentar dari kamu, menjadi sedekah yang dicatat Allah. Silahkan beri komentar untuk kemajuan blog ini.